Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Pengembangan jaringan perusahaan ini juga selaras usai tidak dapat melanjutkan proses tender frekuensi 2,3 GHz. Untuk itu, Gede bilang secara perlahan dengan mempertimbangkan bisnis yang ada, pihaknya juga melakukan refarming untuk memaksimalkan spektrum yang dimiliki.
Oleh sebab itu, perusahaan optimis degan memaksimalkan spektrum yang dimiliki cukup untuk melayani pertumbuhan trafik untuk 1-2 tahun mendatang.
Budi kembali menjelaskan bahwa selain untuk pengembangan jaringan perusahaan, capex tahun ini juga akan digunakan untuk melakukan refinancing. "Ada beberapa fasilitas pinjaman yang akan jatuh tempo tahun ini sekitar Rp 1,5 triliun, tapi kami berencana melakukan refinancing. Makanya, capex sebagian akan dikombinasikan dengan funding dari eksternal," tuturnya. Tapi, ia enggan merinciĀ terkait rencana pendanaan eksternal tersebut.
Hingga tutup tahun, EXCL menargetkan pertumbuhan pendapatan setara dengan pertumbuhan rata-rata industri. Kemudian, perusahaan halo-halo ini juga menargetkan marginĀ EBITDA sebesar sekitar 50%.
Baca Juga: Perluas infrastruktur ke wilayah terpencil, XL Axiata operasikan BTS USO di Sumsel
Berdasarkan laporan keuangan, EXCL membukukan kenaikan pendapatan 3% sepanjang 2020 menjadi sebesar Rp 26,02 triliun. XL Axiata juga membukukan peningkatan EBITDA sebesar 31% yoy menjadi Rp 13,06 triliun.
Sementara itu, laba tahun berjalan merosot 47,9% yoy, dari Rp 712,58 miliar pada 2019 menjadi Rp 371,6 miliar pada 2020. Akan tetapi, XL Axiata dapat mencetak laba bersih dinormalisasi sebesar Rp 679 miliar.
Baca Juga: Lelang harga frekuensi 2,3 Ghz, begini penjelasan Xl Axiata (EXCL)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News