Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kurs rupiah menguat dalam sepekan terakhir hingga Jumat (24/1). Nilai tukar rupiah terapresiasi sentimen Trump yang bertindak kurang agresif seperti perkiraan.
Jumat (24/1), kurs rupiah ditutup pada Rp 16.172 per dolar AS. Kurs rupiah menguat 1,3% dalam sepekan terakhir dari posisi Rp 16.380 per dolar AS pada Jumat (17/1).
Sejalan, kurs rupiah Jisdor pekan ini menguat 1,06% ke Rp 16.200 per dolar AS. Pekan lalu, kurs rupiah Jisdor masih berada di Rp 16.373 per dolar AS.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencermati, rupiah menguat cukup signifikan didukung pernyataan Donald Trump dalam World Economic Forum. Dalam forum tersebut, Trump memberikan sinyal bahwa pihaknya pada dasarnya cenderung tidak ingin mengenakan tarif kepada China.
"Pernyataan Trump itu memberikan optimisme bahwa kebijakan Tarif dari Donald Trump tidak akan terlalu agresif," kata Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (24/1).
Baca Juga: Ketidakpastian Ekonomi Global Makin Tinggi, KSSK Perkuat Sinergi
Sentimen risk-on pun mengemuka di pasar Asia yang mendorong apresiasi dari semua nilai tukar di Asia, termasuk rupiah. Alhasil, rupiah mampu menguat 0,66% ke level Rp 16.173 per dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan Jumat (24/1).
Penguatan rupiah di akhir pekan ini sukses melanjutkan tren positif dari awal pekan. Josua menilai, rupiah cenderung menguat pekan ini berkat sentimen revisi PP Devisa Hasil Ekspor (DHE). Dari eksternal, rupiah didukung sinyal kebijakan Trump yang lebih moderat dibandingkan perkiraan.
Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuabi menambahkan bahwa indeks dolar melemah usai Trump menyatakan akan menuntut OPEC+ untuk menurunkan harga minyak mentah, serta mendesak bank sentral global untuk memangkas suku bunga.
Trump juga meminta pemerintah Arab Saudi untuk meningkatkan paket investasi AS menjadi US$ 1 triliun, naik dari US$ 600 miliar. Selain itu, Trump telah mengumumkan keadaan darurat energi nasional, mencabut pembatasan lingkungan pada infrastruktur energi sebagai bagian dari rencana besar-besaran untuk memaksimalkan produksi minyak dan gas dalam negeri.
Pada hari Rabu, Trump berjanji untuk memukul Uni Eropa dengan tarif dan mengenakan tarif 25% terhadap Kanada dan Meksiko, dan mengatakan pemerintahannya sedang mempertimbangkan bea masuk hukuman 10% terhadap Tiongkok.
Baca Juga: Rupiah Menguat Bukan Karena Fundamental, Tapi Akibat Indeks Dolar AS Melemah
Meski ada prediksi tarif baru Trump kemungkinan baru ditetapkan bulan Februari, kehati-hatian akan tetap ada di pasar. Hal itu karena setiap pembatasan perdagangan baru akan membawa implikasi negatif bagi pertumbuhan global, yang berpotensi mengangkat dolar kembali digdaya.
Di samping itu, Bank of Japan (BoJ) telah mengerek suku bunga 25 bps seperti harapan pasar. BoJ memperkirakan inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat di tahun-tahun mendatang.
"BoJ juga memperingatkan bahwa mereka akan menaikkan suku bunga lebih lanjut jika perkiraan ekonominya terpenuhi, menawarkan salah satu sinyal paling jelas tentang kenaikan suku bunga lebih lanjut," sebut Ibrahim dalam riset, Jumat (24/1).
Menurut Ibrahim, tren positif kemungkinan masih berlanjut di perdagangan pekan depan. Di perdagangan Kamis, (30/1), rupiah mungkin ditutup menguat di rentang Rp 16.110 per dolar AS–Rp 16.180 per dolar AS.
Sementara itu, Josua memperkirakan rupiah bergerak di kisaran Rp 16.125 per dolar AS–Rp 16.275 per dolar AS. Pergerakan rupiah akan dipengaruhi sinyal dari rapat FOMC yang diumumkan pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Selanjutnya: 70 Orang Meninggal, WHO Desak Akhiri Serangan Terhadap Layanan Kesehatan Sudan
Menarik Dibaca: Jadwal Pendaftaran Beasiswa LPDP 2025 Buka hingga 17 Februari
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News