Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Alternatif produk investasi reksadana semakin ramai di kuartal III. Salah satunya PT Indopremier Investment Management (IPIM) yang berencana menerbitkan reksadana campuran dan terproteksi.
Chief Investment Officer dan Director IPIM Ernawan Rahmat Salimsyah mengatakan produk campuran baru akan berisi aset dasar yang lebih konservatif. Nantinya, alokasi saham lebih sedikit atau sekitar 20%-30%. "Sehingga mayoritas merupakan porsi obligasi," kata Ernawan.
Kebijakan tersebut diterapkan untuk melengkapi produk reksadana campuran yang telah dimiliki perusahaan, yakni premier campuran fleksibel. Di mana, produk itu menerapkan strategi agresif dengan porsi saham lebih banyak dibandingkan aset dasar lainnya.
Di samping itu, kebijakan tersebut juga untuk menekan fluktuasi pasar saham yang menggerus return reksadana.
Untuk porsi obligasi, perusahaan akan mengombinasikan surat utang korporasi dan pemerintah. "Apabila ada obligasi korporasi yang menarik, maka akan kami ambil dan menerapkan strategi hold. Sedangkan obligasi pemerintah akan kami trading karena korporasi tidak likuid," ujar Ernawan.
Dengan strategi tersebut, produk anyar diperkirakan bisa membagikan return 10% per tahun. Return tersebut lebih baik dibandingkan produk campuran kelolaan IPIM sebelumnya yang minus 3,93% secara year to date Juni 2015.
"Untuk produk reksadana campuran yang baru sudah kami ajukan izin penerbitan ke OJK (otoritas jasa keuangan) dan dalam waktu dekat bisa launching," kata Ernawan.
Perusahaan juga berencana menerbitkan reksadana terproteksi dengan aset dasar obligasi korporasi. Produk ini diperkirakan bisa membagikan return 8,5% per tahun dengan tenor tiga tahun.
Kedua produk tersebut ditargetkan bisa menggenggam dana sekitar Rp 150 miliar. Di mana, sekitar Rp 50 miliar akan dipenuhi dari penerbitan reksadana campuran dan Rp 100 miliar merupakan reksadana terproteksi.
PT Sinarmas Asset Management juga akan menerbitkan satu reksadana saham dan dua produk terproteksi. Direktur Sinarmas Asset Management Jamial Salim mengatakan untuk reksadana saham akan dikelola secara pasif. Nantinya, pengelolaan produk ini akan mendekati komposisi indeks acuannya. Sehingga, return juga diperkirakan bisa menyerupai indeks harga saham gabungan (IHSG).
"Kami sudah memiliki reksadana saham yang dikelola secara aktif. Sehingga, peluncuran produk baru akan melengkapi," tutur Jamial.
Ketiga produk baru tersebut ditargetkan bisa menggenggam dana kelolaan Rp 500 miliar. Hingga akhir tahun, perusahaan menargetkan bisa menggenggam dana kelolaan Rp 7 triliun.
Analis Infovesta Utama Viliawati memperkirakan produk reksadana dengan alokasi mayoritas aset dasar obligasi akan berkinerja lebih baik di kuartal III tahun ini. Pasalnya, masih ada tekanan pada bursa saham dalam jangka pendek akibat perekonomian yang masih kurang baik serta belum ada sentimen positif yang dapat menopang kinerja bursa saham.
Kendati demikian, reksadana saham dengan portofolio mayoritas di saham berkapitalisasi besar juga masih berpotensi berkinerja baik dibandingkan dengan saham kapitalisasi menengah ataupun kecil. "Sebab ada kecenderungan investor untuk masuk pada saham kapitalisasi besar ketika kondisi perekonomian mulai membaik," tutur Vilia.
Namun di sisi lain, investor perlu mencermati bahwa saham kapitalisasi besar umumnya lebih diminati oleh investor asing. Dus, saham tersebut terancam tertekan apabila aksi jual investor asing masih berlanjut.
"Salah satu sentimen yang dapat dicermati oleh investor di beberapa bulan mendatang adalah rilis data keuangan emiten serta data ekonomi domestik dan global," ujar Vilia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News