kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.057   73,61   1,05%
  • KOMPAS100 1.055   14,53   1,40%
  • LQ45 829   11,90   1,46%
  • ISSI 214   1,19   0,56%
  • IDX30 423   6,79   1,63%
  • IDXHIDIV20 510   7,68   1,53%
  • IDX80 120   1,66   1,40%
  • IDXV30 125   0,79   0,63%
  • IDXQ30 141   2,04   1,47%

Ini isi disertasi Dirut KSEI Friderica yang menyinggung soal pertumbuhan pasar modal


Minggu, 27 Januari 2019 / 15:22 WIB
Ini isi disertasi Dirut KSEI Friderica yang menyinggung soal pertumbuhan pasar modal


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - YOGYAKARTA. Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Friderica Widyasari Dewi resmi menyandang gelar Doktor Program Studi Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta pada Sabtu (26/1).

Menariknya dalam disertasi yang bertajuk ‘Analisis Dampak Struktur kepemilikan terhadap Nilai Perusahaan dan Risiko pada Perusahaan yang Tercatat di bursa Efek Indonesia’ mengangkat isu pertumbuhan pasar modal yang belum optimal.

Wanita yang akrab disapa Kiki ini dalam penelitiannya bertujuan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) terhadap kinerja dan risiko perusahaan. Kiki mengatakan, perkembangan pasar modal di Indonesia telah menunjukkan perkembangan cukup pesat.

Pada penutupan perdagangan akhir tahun lalu, indeks harga saham gabungan (IHSG) menguat 0,06% pada level 6.194. Di mana sekaligus menjadikan Indonesia menempati posisi terbaik kedua di Asia dari sisi pergerakan saham utama.

“Tetapi masih jauh dari tingkat pemenuhan kebutuhan pendanaan yang mampu mendukung kebutuhan pembangunan di Indonesia,” kata Kiki kepada Kontan.co.id, Sabtu (26/1).

Selain itu, tingkat partisipasi investor domestik dibandingkan total jumlah penduduk Indonesia pun masih sangat kecil, yakni masih kurang dari satu persen. Persentase ini masih tertinggal dibanding negara-negara lain di kawasan Asia lainnya.

Kepemilikan investor asing pun masih tergolong besar, dan kondisi ini tentunya meningkatkan risiko capital flight dalam kondisi tertentu.

Artinya belum sepenuhnya memenuhi tujuan Undang-Undang (UU) Pasar Modal No. 8 1995 bahwa pasar modal sebagai salah satu pendukung pembangunan nasional dan sebagai wahana investasi masyarakat untuk dapat menikmati kesejahteraan secara bersama-sama dengan berpartisipasi langsung.

Adapun beberapa faktor yang menjelaskan lambatnya pertumbuhan ini didasari penelitian La Porta, Lopez-de-Silanes, dan Shleifer (1999).

Di dalamnya menemukan bahwa negara-negara yang mengadopsi French Civil Law cenderung memiliki struktur kepemilikan yang lebih konsentrasi mengarah pada kepemilikan piramida yang dikuasai oleh keluarga.

Masalahnya Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem Civil Law tersebut, kondisi ini yang pada akhirnya mengarah pada potensi pengambilan atas aset orang lain dengan membayar kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan atau ekspropriasi. Ujungnya merugikan publik.

Penelitian Kiki menggunakan data perusahaan-perusahaan yang terdaftar din BEI selama tahun 2011-2015. Secara empiris menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara konsentrasi kepemilikan perusahaan pada satu pihak tertentu dengan nilai perusahaan.

Artinya, argumen eksproprisasi oleh pemilik mayoritas dibuktikan dalam penelitian ini, bahwa semakin besar hak kendali perusahaan pada pihak tertentu akan memperbesar risiko ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas.

“Perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah cenderung memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan yang dikendalikan oleh swasta,” katanya (26/1).

Sementara kepemilikan oleh individual justru menurunkan nilai perusahaan. Semakin besar potensi ekspropriasi yang diukur dengan perbedaan antara hak dan kendali dan hak arus kasnya, maka semakin besar pula risiko total perusahaan dan semakin rendah nilainya.

Nah, agar kinerja pasar modal berjalan optimal, Kiki menyarankan dalam hal ini BEI untuk membuat kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas tata kelola perusahaan. Ini berguna untuk mengurai kesenjangan informasi antara pemegang saham mayoritas dan minoritas.

Khususnya keterbukaan informasi mengenai struktur kepemilikan dan kepemilikan ultimatnya dan kebijakan yang melindungi investor minoritas. .

Dalam penelitiannya menyatakan ada bukti relevansi dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 7, 8 dan 11 tahun 2017, yang mewajibkan perusahaan untuk melaporkan kepemilikan baik langsung maupun tidak langsung.

Hendaknya laporan kepemilikan ultimat tersebut tidak hanya untuk OJK, tapi juga bagi publik dengan melaporkannya dalam situs web perusahaan, laporan berkala dan laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh kantor akuntan publik (KAP).

Hal ini bertujuan untuk memudahkan investor memberikan informasi kepemilikan perusahaan. Kemudian, penegakan peraturan tersebut secara tegas oleh regulator. Selain itu adalah usulan agar pembukaan rekening investasi dilakukan oleh penerima manfaat ultimat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×