Reporter: Irene Sugiharti | Editor: Noverius Laoli
Sementara itu, kendati beberapa negara Eropa dan AS memangkas penggunaan batubara, Deddy nilai hal ini tidak berdampak signifikan pasalnya masih tingginya konsumsi batubara dari negara-negara Asia. Hal ini juga yang sebabkan harga batubara diprediksikan masih akan terus stabil.
"Memang disebagian negara Eropa dan AS tampaknya penggunaan batubara ini sudah mengalami penurunan, cuman masih tingginya konsumsi batubara di kawasan Asia seperti China, Jepang, Korea Selatan dan Vietnam masih jadi salah satu pendorong," Deddy menambahkan.
Adanya peralihan dari batubara ke sumber energi terbarukan yang juga memerlukan biaya dan waktu juga masih jadi sentimen positif bagi konsumsi batubara khususnya di kawasan Asia.
Baca Juga: PTBA siap konversi lahan bekas tambang menjadi PLTS dan ladang sawit
Untuk tahun ini sendiri melihat kenaikan harga batubara yang terus terjadi dan menjadikannya berada di trend bulish menurut Deddy memungkinkan harga batu bara capai harga psikologis US$ 80 per ton.
"Kalau dilihat bisa saja harga 80 tersentuh karena belum ada sentimen negatif yang akan menekan harga batubara dalam waktu dekat. Jadi saya si lebih melihat karena ada ekspektasi yang cukup baik atau optimisme yang cukup tinggi terhadap kesepakatan dagang AS-China yang jadi salah satu pemicu tidak hanya di pasar komoditas tapi juga saham,"
Meskipun berpotensi capai harga US$ 80 per ton, Dedy sendiri prediksikan harga batubara hingga akhir tahun akan bergerak di harga US$ 70- US$ 80 per ton di tahun 2020.
Baca Juga: Menilik rencana pemerintah ubah lahan bekas tambang jadi ladang energi terbarukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News