kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Ini alasan emiten lebih suka cara lama cari pendanaan


Minggu, 21 Januari 2018 / 17:52 WIB
Ini alasan emiten lebih suka cara lama cari pendanaan
ILUSTRASI. Uang rupiah


Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Instrumen pendanaan bagi perusahaan makin beragam. Meski demikian, pilihan pendanaan konvensional tetap tak ditinggalkan. Pinjaman perbankan dan obligasi konvensional sebagai contohnya.

Analis Indosurya Sekuritas William Surya Wijaya melihat ada banyak faktor yang mempengaruhi pilihan instrumen pendanaan oleh perusahaan termasuk emiten. "Bisa jadi mereka tidak mau ada share lain, " ujar William, Kamis (18/1).

Kedua, menurut William jalur pendanaan perbankan bisa jadi ditempuh dalam waktu yang lebih singkat. Jika dibandingkan dengan IPO, menurut William jalur perbankan memang terbilang lebih cepat dari segi waktu proses.

Belum lagi, setelah IPO, perusahaan bersangkutan harus menanggung tanggung-jawab berkelanjutan. "Lalu bergantung kebutuhan dana. Keterbatasan juga. Karena setelah IPO juga butuh tambahan divisi, seperti corporate secretary dan lainnya, " tambah William.

Sepakat, Kepala Riset OSO Sekuritas Riska Afriani juga menilai pendanaan konvensional terkadang lebih praktis bagi perusahaan. Ia memberi contoh penerbitan obligasi sebagai instrumen baru. Perusahaan dalam hal ini harus berurusan dengan rating yang ditetapkan berkala.

"Bagi emiten, kadang ketika rating obligasi turun, maka harga saham juga turun, " ujar Riska. Namun ia juga tak menampik adanya faktor kebiasaan. Riska menilai emiten sudah mengenal dan lekat dengan instrumen pendanaan konvensional.

"Kalau bank kan udah biasa. Jadi ini kemudahan dan literasi. Kebiasaan perusahaan juga," tutur Riska. Karena itu Riska menilai bahwa literasi ini perlu terus ditingkatkan dengan berbagai sosialisasi dari regulator.

Adapun saat ini, menurut Riska literasi pendanaan baru cukup baik. Riska mencatat, sejak tahun 2011-2017 terus meningkat. Adapun di 2017 lalu, ia memperkirakan pendanaan pasar modal berkisar Rp 1.000 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×