Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak terus memanas. Sepanjang tahun ini, harga minyak WTI sudah naik 6,05% ke US$ 64,07 per barel. Harga minyak sempat menyentuh level tertinggi di US$ 64,42 per barel pada jumat (12/1) lalu.
Kenaikan harga minyak memang bisa menguntungkan kinerja sejumlah emiten komoditas. Namun sebaliknya, peningkatan harga minyak justru bisa menjadi beban tambahan untuk emiten yang menjadikan minyak sebagai bahan baku dan pendukung kegiatan operasional.
Beberapa perusahaan di sektor transportasi darat dan udara, seperti PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI), PT Blue Bird Tbk (BIRD), PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), dan PT Air Asia Indonesia Tbk (CMPP) bisa terkena imbas kenaikan beban. Tak hanya itu, produsen petrokimia seperti PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) juga bisa terpukul dampak dari kenaikan harga minyak mentah.
Meski demikian, TPIA sudah menyiapkan berbagai strategi untuk mengakali beban yang bakal membesar tersebut. Salah satunya adalah menyesuaikan harga output dari produk yang digunakan.
Selain itu, TPIA juga memastikan bahwa operasi pabrik bisa berjalan secara optimal. Hal lain yang dilakukan oleh TPIA adalah memilih bahan baku dengan selektif. "Kami akan berupaya menjaga margin, dan kami masih yakin akan mencatatkan laba" kata Harry Tamin, Head of Investor Relations TPIA kepada KONTAN, Kamis (18/1).
Ekspansi TPIA yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya juga diharapkan membuahkan hasil dalam waktu dekat. Maklum, belakangan ini, TPIA memang gencar menambah kapasitas produksinya dan mengail margin yang lebih besar.
Mengatur strategi
Muhammad Nafan Aji, Analis Binaartha Parama Sekuritas, mengatakan, TPIA menggunakan naphta yang merupakan ekstrak dari minyak bumi sebagai bahan baku. Sehingga, penguatan harga minyak bisa membuat beban bahan baku meningkat.
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, juga mengatakan bahwa penguatan harga minyak bisa mempengaruhi emiten logistik dan transportasi. Meski demikian, menurut Hans, emiten di kedua sektor ini masih bisa menjaga margin laba dengan menaikkan harga jual produk atau jasanya.
Selain itu, membaiknya infrastruktur di Indonesia, juga bisa membantu kinerja emiten di sektor transportasi dan logistik.
Menurut Hans, perusahaan yang akan paling banyak terpapar oleh kenaikan harga minyak adalah perusahaan penerbangan. "Sektor penerbangan akan sangat terpengaruh. Apalagi avtur menjadi salah satu beban yang besar untuk sektor ini," ujar dia.
Apalagi, persaingan bisnis di sektor penerbangan cukup ketat. Selain itu, beban yang harus ditanggung tiap tahunnya untuk perawatan mesin dan operasional cukup besar. Tak pelak, banyak emiten penerbangan yang labanya menurun bahkan mencatatkan kerugian. Sehingga menurut Hans, saham sektor ini masih banyak risiko.
Dari beberapa emiten yang kemungkinan terdampak harga minyak, Nafan menilai saham TPIA masih layak untuk dikoleksi meskipun hanya untuk trading jangka pendek. "Price to earning ratio (PER) masih murah, secara valuasi jangka menengah," ujar dia.
Nafan menilai, ketika TPIA terkena sentimen positif, saham perusahaan petrokimia ini akan lebih mudah bergerak menguat. Ia mengatakan, investor masih bisa melakukan pembelian saham TPIA dengan rentang harga Rp 5.772 hingga Rp 6.000 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News