Reporter: Yuliana Hema | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi Indonesia kembali berada dalam tekanan lantaran data Inflasi Amerika Serikat (AS) melompat dari ekspektasi ke level 9,1%. Imbal hasil atawa yield obligasi pemerintah kembali merangkak naik.
Mengacu data Bloomberg, yield obligasi tenor 10 tahun berada di level 7,34% di Kamis (14/7). Adapun pada Rabu (13/7), yield obligasi ada di level 7,22%. Kenaikan yield menunjukkan bahwa harga SUN turun.
Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana, menjelaskan kenaikan yield ini menggambarkan risiko di pasar obligasi meningkat yang disebabkan oleh tekanan inflasi di AS.
"Biasanya SBN di jualan pada harga tinggi sehingga investor lebih untung, tapi ini orang menjual di harga rendah berarti investor lagi berhati-hati untuk mengamankan dananya," kata Fikri kepada Kontan.co.id, Kamis (14/7).
Baca Juga: Data Domestik dan Eksternal Jadi Penentu Pergerakan Rupiah Esok (15/7)
Dia memperkirakan volatilitas di pasar obligasi masih sangat ini, apa lagi didorong dengan ekspektasi bahwa The Fed akan mengerek suku bunga hingga 100 basis poin.
Namun, rilis data neraca perdagangan esok bisa menjadi katalis positif pagi pasar SBN ini. Fikri bilang dia berekspektasi kalau data neraca perdagangan Indonesia masih akan baik dibanding bulan sebelumnya.
Meski begitu, dia menekankan risiko global soal tingkat inflasi dan kenaikan suku bunga masih lebih dominan dibandingkan sentimen positif dari dalam negeri.
Baca Juga: Dibayangi Sentimen Negatif, Berikut Prediksi IHSG Untuk Jumat (15/7)
Fikri berpendapat pasar SBN Indonesia masih sangat menarik dibandingkan negara lain karena inflasi yang terjaga dan yield yang masih tinggi. Dia bilang secara umum riil yield lebih rendah dari inflasi.
"Kepemilikan asing di SBN lebih kecil. Jadi potensi pembalikan modal (capital outflow) tidak akan terjadi sebesar di tahun-tahun sebelum," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News