Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham sektor teknologi masih mencatat penurunan paling dalam sejak awal tahun. Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks sektor teknologi turun 11,58% sejak awal tahun atau year to date (ytd).
Hal serupa menimpa beberapa saham teknologi milik Grup Kresna. Penelusuran Kontan.co.id, sejak awal tahun saham PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk (DIVA) tertekan 46,28% menjadi Rp 1.155 per saham. PT NFC Indonesia Tbk (NFCX) tertekan 36,31% menjadi Rp 5.700 per saham.
Adapun harga saham PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX) menurun 36,58% menjadi Rp 1.725 per saham kendati mulai terjadi penguatan dengan naik 3,29% pada penutupan Kamis (17/3). Ada juga saham PT Telefast Indonesia Tbk (TFAS) yang harganya turun 21,95%, tetapi cenderung menguat sepekan terakhir sebesar 3,63% menjadi Rp 4.000 per saham.
Hanya PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) yang konsisten berada di zona hijau sejak awal tahun dengan kenaikan 25,98%. Saat ini MCAS ditutup di harga Rp 12.000 per saham.
Baca Juga: Wall Street Bergerak Datar Setelah Kemarin Melonjak Akibat Kebijakan The Fed
Analis Investindo Nusantara Sekuritas, Pandhu Dewantoro melihat, saham teknologi tahun ini kurang mendapat perhatian dari pasar, terlebih kenaikan tahun lalu memang sudah terlalu tinggi mencapai 707% sepanjang tahun 2021. Hal ini dipicu harapan yang tinggi pada prospek masa depan saham-saham sektor teknologi.
"Apalagi tahun lalu tidak banyak emiten yang mampu mencetak pertumbuhan dan laba yang bagus karena masih dalam fase pemulihan pascapandemi, sehingga sektor teknologi tampak satu-satunya yang masih kuat bertahan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (17/3).
Sementara, tahun ini kondisinya dilihat sudah berbeda lantaran saham old economy mulai pulih, bahkan beberapa sudah mencapai laba tertinggi sepanjang sejarah. Akibatnya, investor kembali mengalihkan investasi ke sektor lain yang terbukti mampu mencetak kinerja yang kuat.
Baca Juga: Ada IPO GoTo, Bagaimana Nasib Saham-saham Sektor Teknologi?
Dia juga mengamati, sepinya minat para investor tercermin pada volume transaksi pada saham-saham teknologi, hal ini membuat pergerakannya juga relatif terbatas.
Pandhu memperkirakan, jika IPO GOTO nanti sukses kemungkinan baru akan mengembalikan perhatian pasar ke sektor ini karena memiliki bobot yang besar. "Untuk saat ini sektor teknologi praktis hanya beberapa yang lumayan menarik karena rata-rata sahamnya kurang likuid dan faktor likuiditas ini tentunya sangat penting bagi para trader, bahkan seringkali lebih penting daripada fundamental perusahaan itu sendiri," paparnya.
Nah, dia memperhatikan saham teknologi Grup Kresna seperti NFCX, DIVA, DMMX, TFAS dan MCAS ini kurang memiliki likuiditas yang memadai. Volume transaksi yang cenderung sepi dinilai menjadi faktor utama mengapa trader juga tidak tertarik.
Baca Juga: Saham Teknologi Naik Tinggi di 2021, Begini Prospeknya untuk Tahun 2022
Padahal, secara kinerja keuangan sebenarnya cukup bagus. "Masing-masing emiten mencetak pertumbuhan positif dari sisi pendapatan dan laba masing-masing, meski secara valuasi memang mahal di mana rasio PE masih di kisaran ratusan kali," katanya.
Valuasi yang mahal ini juga menjadi risiko yang biasanya dihindari para investor. Alasan ini juga menjadi dasarnya menilai saham-saham Grup Kresna saat ini. Selain itu, belum ada katalis kuat, sehingga belum menarik untuk dikoleksi meski sudah turun cukup dalam dibanding sektor lain.
"Rekomendasi kami untuk saham teknologi Grup Kresna adalah cenderung untuk trading saja, tentunya menunggu momentum yang tepat, misalnya ada perubahan tren kembali menguat yang disertai peningkatan volume, maka mulai menarik untuk trading. Untuk saat ini kami melihat belum ada trigger," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News