kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indeks bertema syariah tertekan sejak awal tahun, ini pemberatnya


Kamis, 16 September 2021 / 20:43 WIB
Indeks bertema syariah tertekan sejak awal tahun, ini pemberatnya
ILUSTRASI. Pekerja melintas dengan latar belakang layar pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/hp.


Reporter: Kenia Intan | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks saham bertema syariah terlihat lesu sejak awal tahun. Mengutip data bursa, empat indeks saham syariah yang ada cenderung tertekan, bahkan penurunannya mencapai dua digit. 

Koreksi paling dalam dicatatkan oleh IDX-MES BUMN17 hingga 14,85% year to date (ytd). Setelahnya disusul  Jakarta Islamic Index (JII) yang melorot  14,16% ytd. Sementara itu, Jakarta Islamic Index 70 (JII70) menurun 12,93% ytd. Hanya Indonesia Sharia Stock Indesx (ISSI) yang penurunannya tidak mencapai dua digit, tepatnya 1,12% ytd.

Padahal pada kesempatan sebelumnya, BEI sempat mengungkapkan, hingga Agustus 2021, jumlah saham syariah di bursa yang tergabung dalam ISSI masih mendominasi. Persentasenya mencapai 57% dari total saham yang tercatat di bursa. 

Asal tahu saja, ISSI merupakan indeks yang mengukur kinerja harga seluruh saham di Papan Utama dan Papan Pengembangan yang dinyatakan sebagai saham syariah sesuai dengan Daftar Efek Syariah (DES) yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keungan (OJK). 

Adapun kapitalisasi saham syariah mencapai 46,5% dari total kapitalisasi pasar. Sementara itu, dilihat dari nilai rata-rata transaksi harian, perdagangan saham syariah berkontribusi hingga 53,4%. Frekuensi transaksi saham syariah berkontribusi 57,6% dan volume transaksi saham syariah berkontribusi 45,8%.

Baca Juga: Saham BRIS masuk kapitalisasi pasar besar di FTSE, apakah investor perlu beli / jual?

Analis Erdhika Elit Sekuritas Ivan Kasulthan mengungkapkan, indeks-indeks bertema syariah yang cenderung lesu disebabkan oleh kapitalisasi pasar yang didominasi saham-saham barang konsumen. 

"Sejak awal tahun 2021 sampai saat ini kinerja dari saham-saham tersebut belum begitu perform masih cenderung downtrend seperti UNVR, INDF, ICBP, MYOR," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/9). 
Akibatnya, indeks-indeks syariah tidak naik signifikan.

Ivan menambahkan, penurunan yang terjadi sebenarnya sudah ditopang oleh saham-saham syariah di sektor  infrastruktur, pertambangan, dan perdagangan yang cenderung menguat. Seperti, TLKM, EXCL, EMTK, ANTM, MDKA, dan ERAA. 

Tidak jauh berbeda, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana melihat, saham-saham bank digital dan teknologi yang menjadi penopang IHSG sejak awal tahun, kebanyakan tidak termasuk ke dalam kriteria syariah maupun likuid. Padahal saham-saham tersebut mampu menopang IHSG tetap di zona hijau atau tumbuh 2,19% secara ytd. 

"Akibatnya indeks-indeks syariah lebih dipenuhi sektor-sektor yang terpukul oleh Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)," jelas Wawan kepada Kontan.co.id, Kamis (16/9). 

Kendati kinerja indeks bertema syariah tampak lesu, Wawan mencermati, saham-saham syariah sebetulnya memiliki keunggulan yakni kondisi fundamental yang relatif baik. 

Asal tahu saja, salah satu kriteria seleksi saham syariah oleh OJK adalah total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45%. Dengan kata lain, untuk bisa masuk ke kategori syariah utang emiten tidak boleh terlalu besar.

Walau begitu, Wawan tidak memungkiri, pergerakan harga saham jangka pendek dan menengah memang lebih dipengaruhi oleh ekspektasi pelaku pasar dibanding kondisi fundamental emiten. 

Oleh karenanya, bagi investor yang memiliki preferensi saham syariah, Wawan merekomendasikan untuk melirik saham-saham syariah yang defensif selama pandemi, Misalnya sektor telekomunikasi dan sektor barang konsumen. Wawan juga menyarankan investor mencermati saham keuangan syariah. Apabila ekonomi pulih sektor keuangan akan sangat dibutuhkan. 

Baca Juga: Bahana TCW: Sektor teknologi dan kesehatan jadi pilihan investasi saat pandemi

Senada, Ivan menungkapkan, rasio utang yang dibatasi menimbulkan rasio solvabilitas yang lebih rendah. Dengan kata lain, kemampuan emiten syariah dalam membayar utang cenderung lebih baik. Oleh karenanya, investor yang tertarik berinvestasi di saham-saham syariah tidak perlu khawatir. 

Dengan mempertimbangkan saham-saham berkapitalisasi pasar jumbo dan mencermati industri-industri yang tidak terdampak signifikan oleh pandemi, Ivan cenderung menjagokan saham-saham syariah yang bergerak di sektor telekomunikasi, pertambangan, dan perdagangan.  Setelah pandemi membaik dan kondisi ekonomi kembali pulih, sektor-sektor ini juga diperkirakan masih akan berkinerja baik. 

Ia mengungkapkan, saham sektor telekomunikasi ditopang aktivitas masyarakat yang masih dilakukan secara online, sehingga meningkatkan penjualan kuota data dari suatu emiten.  

Sementara, sektor pertambangan dipicu oleh harga komoditas global yang saat ini mulai meningkat. Adapun saham-saham syariah yang dijagokannya seperti TLKM, EXCL, ISAT, ADRO, ANTM, MDKA, dan EMTK. 

Sedangkan dari sektor perdagangan, Ivan menjagokan saham ERAA yang masih mampu membukukan kenaikan penjualan. Bisnisnya cenderung bertahan karena adanya kenaikan penjualan gadget dan alat elektronik lainnya ditengah pandemi Covid-19. 

Selanjutnya: Kinerja bank syariah kalahkan industri, analis rekomendasikan saham BTPS dan BRIS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×