Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pasar komoditas logam industri masih bergejolak akibat kondisi ekonomi global yang belum menampakkan titik terang. Hal ini turut mempengaruhi kinerja produsen nikel, PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Sepanjang kuartal pertama 2016, INCO masih merugi US$ 15,42 juta. Padahal kuartal pertama tahun lalu, INCO masih mencatat laba US$ 25,05 juta. Pemicu kerugian ini, penurunan pendapatan kuartal I 2016 sebesar 48,69% menjadi US$ 108,71 juta.
Performa INCO tak bisa lepas dari harga rata-rata nikel yang jatuh 13%. Pada kuartal keempat 2015, harga nikel US$ 7.642 per ton, menurun menjadi US$ 6.618 per ton pada kuartal pertama 2016.
Destya Faishal, Analis Philip Securities memperkirakan, pendapatan INCO tahun ini US$ 668 juta akibat masih lemahnya harga nikel. Menurut Detsya, tidak ada katalis positif di industri ini dan secara spesifik harga nikel Vale akan masih berada di bawah US$ 10.000 per ton. "Produksi tahun ini juga tidak akan bertumbuh secara signifikan," kata Detsya dalam riset.
Produksi nikel matte INCO hanya 16.894 metrik ton di kuartal pertama, turun 3,3% ketimbang periode yang sama tahun lalu. Harga rata-rata nikel juga jatuh 43,6% ke US$ 6.618 per ton dari US$ 11.745 per ton pada kuartal pertama tahun lalu.
Menurut Destya, produksi nikel INCO kuartal pertama menurun karena ada aktivitas pemeliharaan yang mengharuskan Vale mematikan produksi. Pemeliharaan ini rampung pada kuartal pertama. Artinya, INCO siap menggenjot produksi untuk mencapai target 80.000 metrik ton.
Lydia J Toisuta, Analis JP Morgan dalam riset mengungkapkan, pendapatan kuartal pertama lalu diprediksi merupakan hasil terendah dalam 12 bulan ke depan. Lydia memperkirakan, ada potensi peningkatan di kuartal berikutnya yang dimulai di kuartal kedua.
Lydia melihat, risiko utama INCO adalah harga nikel yang sangat bergantung pada keseimbangan permintaan dan penawaran. "Nilai tukar rupiah yang melemah akan berimbas positif untuk beban yang berbasis rupiah," kata Lydia.
Lydia mengatakan, dengan asumsi harga nikel bertahan di kisaran harga US$ 8.000-US$ 9.000 per ton sampai akhir tahun, saham INCO akan memiliki price to book value 0,82. Dia memperkirakan, harga nikel di London Metal Exchange akan berada pada US$ 8.000 pada kuartal ketiga dan US$ 8.200 di kuartal keempat. Lydia mengestimasi, pendapatan INCO akan menyusut 33% tahun ini dengan margin laba bersih 6%, turun dari 7% pada kuartal pertama 2015.
Stefanus Darmagiri, Analis Danareksa Sekuritas mengatakan, dengan produksi kuartal pretama yang hanya 21% dari total target 80.000 ton matte, INCO akan berusaha untuk mengejar ketertinggalan di kuartal berikutnya.
Stefanus memperkirakan, harga rata-rata nikel tahun ini di level US$ 7.800 per ton. Dia memperkirakan, pendapatan INCO akan turun menjadi US$ 624 juta ketimbang tahun lalu US$ 790 juta. Laba bersih tahunan INCO pun diperkirakan turun dari US$ 51 juta tahun lalu menjadi US$ 17 juta.
Stefanus merekomendasikan hold saham INCO dengan target harga Rp 2.000. Lydia rekomendasinya neutral dengan target Rp 1.500. Destya merekomendasikan sell dengan target Rp 1.100.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News