Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana melakukan aksi korporasi. Yakni, dengan membangun pabrik pengolahan nikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, untuk pengolahan nikel limonite. Untuk memuluskan rencananya itu, tentunya emiten berkode saham INCO itu memerlukan dana investasi yang tidak sedikit. Nilainya sebesar US$ 1,1 miliar hingga US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 1,9 triliun. "Kami berencana membangun pabrik berkapasitas 30.000 ton nikel tiap tahun," kata Arif Siregar, Direktur Utama INCO di Jakarta hari ini.
Hanya saja, hingga kini, INCO belum memutuskan dari mana sumber dana untuk pembangunan pabrik tersebut. Arif menambahkan, rencananya, pabrik pengolahan ini akan mengolah suplai bijih nikel dari tambang INCO di Pomalaa. Walhasil, saat ini, aktivitas pertambangan di Pomalaa pun dihentikan untuk sementara waktu.
Sebelumnya, tambang ini menjual bijih nikel ke PT Aneka Tambang untuk memenuhi kebutuhan pabrik Feronikelnya. Namun, setelah perjanjian perdagangan antara kedua belah pihak dihentikan, otomatis kegiatan penambangan di Pomalaa juga dihentikan. Meski demikian, eksplorasi di tambang Pomalaa masih terus dilakukan sambil menunggu izin dari Menteri ESDM untuk membangun pabrik.
"Kalau izin bisa turun tahun ini, kami menargetkan pembangunan pabrik bisa selesai sekitar tahun 2013-2015," kata Arif. Memang, terdapat jeda yang cukup lama antara keluarnya izin dan selesainya pembangunan pabrik. Pasalnya, setelah izin diperoleh, INCO harus melakukan Amdal terlebih dulu, baru kemudian memulai pembangunan. Untuk pelaksanaan Amdal diperkirakan memakan makan waktu sekitar dua tahun lebih. Sementara, pembangunan pabrik membutuhkan waktu sekitar 36 bulan atau tiga tahun. "Target kami, Amdal bisa diselesaikan dalam jangka waktu kurang dari dua tahun. Kalau tidak, 2013 tidak akan kelar," imbuh Arif.
Selain menunggu keluarnya izin untuk pendirian pabrik, INCO juga tengah meminta izin untuk melakukan penambangan di wilayah Bahodopi, kecamatan Morowali, Sulawesi Tengah. Di tempat ini, INCO belum memiliki rencana untuk mendirikan pabrik pengolahan nikel. Nantinya, hasil tambang dari Morowali tersebut akan dikirim ke pabrik Soroako, Sulawesi Selatan yang saat ini dimiliki INCO.
Agar lancar, INCO berencana membangun sendiri jalan yang menghubungkan antara Morowali dengan Soroako. Pembangunan jalan tersebut ditargetkan selesai tahun ini. "Panjang jalannya mencapai 80 kilometer," ujarnya. Sedangkan dananya sudah termasuk dalam anggaran belanja modal tahunan.
Hingga Juni 2008, INCO sudah memakai dana belanja modal sebesar US$ 90 juta. Total belanja modal yang dianggarkan INCO tahun ini sebesar US$ 212 juta. “Belanja modal tersebut diantaranya dipakai untuk penggantian peralatan yang ada, safety health dan perbaikan lingkungan, juga untuk pembangunan PLTA Karebbe,” katanya.
Pembangunan PLTA Karebbe sampai saat ini masih dalam proses pengerjaan. Pembangkit listrik tersebut memiliki kapasitas 90 Mega Watt. Dengan adanya penambahan daya listrik tersebut, INCO berharap produksi nikel in matte bisa mencapai 90.000 ton per tahun. Total kebutuhan listrik INCO untuk mencapai target sebesar 340 MW. Saat ini, pasokan listrik dipenuhi dari dua PLTA yang dimiliki INCO dengan kapasitas total 275 MW. "Saat ini kami masih menutup kebutuhan listrik dengan diesel," imbuh Arif. Kalau PLTA Karebbe ini sudah beroperasi, kebutuhan pasokan listik INCO akan terpenuhi.
Tahun ini, INCO menargetkan produksi nickel in matte antara 77.000 ton hingga 79.000. Meski harga nikel terus naik turun, INCO tidak hendak merevisi target produksinya. "Kita tidak bisa mengontrol harga nikel," kata Arif. Meski begitu, ia mengharapkan harga nikel bisa stabil di sekitar US$ 25.000 hingga US$ 26.000. "Itu harga idealnya," ujar Arif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News