kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Nikel Jatuh, Kinerja INCO Makin Terpuruk


Rabu, 02 Juli 2008 / 14:00 WIB


Sumber: KONTAN | Editor: Test Test

JAKARTA. Tren booming sektor pertambangan, ternyata, tak berlaku untuk komoditi nikel. Buktinya, harga komoditi yang satu ini justru semakin terpuruk. Kondisi ini jelas memberi senti­men negatif bagi emiten saham seperti PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO).

Ya, tren pergerakan harga ni­kel memang semakin mengkha­watirkan. Bahkan, Selasa pekan lalu (24/6), harga kontrak nikel di London Metal Exchange (LME) sempat tertekan hingga harga terendah tahun ini, yaitu US$ 21.500 per ton. Padahal, pada tanggal 4 Mei tahun lalu, harga nikel mencapai rekor ter­tinggi US$ 51.600 per ton. Arti­nya, dari rekor itu, harga nikel sudah tergerus sebesar 58,3%.

Karenanya, jangan heran jika kinerja INCO pada kuartal I 2008 tak memuaskan. Pada pe­riode tersebut, laba bersih INCO pada anjlok 39% dibandingkan setahun lalu, menjadi US$ 139,60 juta saja. "Mau bagaimana lagi? Semua ini pasar yang menentu­kan," ungkap Indra Ginting, Sek­retaris Perusahaan INCO.

Selain itu, volume penjualan INCO tahun ini juga tidak ber­ubah banyak dibandingkan ta­hun lalu. "Tahun ini, kami me­nargetkan bisa menjual 77.000 ton nikel," kata Indra. Adapun tahun lalu, INCO menjual nikel sebanyak 76.800 ton. Indra men­jelaskan, INCO menargetkan bisa meningkatkan volume pen­jualan secara signifikan pada 2011. "Kami berniat menjual se­banyak 91.000 ton," katanya.

Yusuf Ade Winoto, Analis DBS Vickers Securities, menghitung, harga rata-rata nikel di pasar internasional hanya mencapai US$ 27.500 per ton tahun ini. Nah, menurut Lanang Trihar­dian, Analis Syailendra Capital, penurunan harga nikel itu akan berdampak buruk bagi penda­patan INCO. "Sebab, 100% pen­dapatan INCO ditopang oleh ni­kel," katanya. Padahal, biaya produksi yang ditanggung INCO pun semakin berat. Maklum saja, untuk memproduksi nikel, INCO masih menggunakan tena­ga listrik. Nah, di era krisis ener­gi seperti sekarang, mereka pasti menanggung biaya listrik yang lebih tinggi.

INCO memang mempunyai rencana untuk membuat ben­dungan Pembangkit Listrik Te­naga Air (PLTA). "Kalau proyek pembangkit listrik di Sulawesi itu selesai, mungkin, INCO akan sedikit terbantu," ujar Lanang. Sayang, dampak positif dari pro­yek itu baru akan terasa sekitar dua tahun ke depan.

Kinerja akan turun drastis

Analis Panin Sekuritas Bona Tobing meramal, pendapatan INCO akan turun menjadi US$ 1,4 miliar tahun ini. "Laba ber­sihnya turun jadi US$ 500 juta," imbuhnya. Maklum, Bona mem­prediksi, harga rata-rata nikel hanya US$ 25.000 per ton pada 2008 ini. Sekadar perbandingan, tahun lalu, INCO mencetak pen­dapatan US$ 2,3 miliar dan laba bersih US$ 1,1 miliar pada 2007 lalu. Artinya, menurut hitungan Bona, pendapatan dan laba ber­sih 2008 INCO bisa anjlok 39% dan 55% tahun ini. Tapi, Bona masih merekomendasikan beli untuk saham ini. Alasannya, "Harga wajar INCO seharusnya Rp 7.000 per saham," katanya.

Adapun Yusuf meramal, INCO akan mencatatkan pendapatan US$ 1,7 miliar dan laba bersih US$ 730 juta tahun ini. Artinya, pendapatan INCO akan melorot 26%. Adapun laba bersih INCO akan turun 33,6%. Karenanya, Yusuf merekomendasikan jual untuk saham INCO. "Kami mem­berikan target harga Rp 5.000 per saham," ungkapnya.
Kemarin (30/6), saham INCO dihargai Rp 6.050 per saham. Artinya, harga saham INCO su­dah tergerus 37% terhitung awal tahun ini. Bahkan, sejak stock split 15 Januari 2008, harga sa­ham ini sudah tergerus 39,8%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×