Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) masih menjadi arena memesona bagi korporasi yang ingin menggalang dana. Tengok saja, masih ramai calon emiten yang mengantre untuk melantai di pasar saham.
Hajatan penawaran umum saham perdana alias Initial Public Offering (IPO) pun dipastikan tetap ingar bingar. Sejak awal tahun, sudah ada 44 emiten baru. 11 perusahaan masih antre untuk menyusul jadi perusahaan terbuka.
Bagi sebagian investor, IPO menjadi momentum yang dikejar untuk memburu cuan. Dinar F. M. salah satunya. Investor ritel berusia 28 tahun ini terbilang gemar mengoleksi saham IPO.
Memang tak selalu untung, tapi setidaknya Dinar sudah mencicipi cuan jumbo. Jumlahnya cukup menggiurkan, mencapai puluhan dan ratusan persen dari emiten yang baru melantai tahun ini.
Tanpa menyebut nama emiten, Dinar telah mengantongi cuan 200%-an dari emiten batubara. Lalu, untung 80%-an dari IPO perusahaan yang bergelut di sektor teknologi.
Dia juga meraup untung sebanyak 20% dari emiten perikanan, kemudian cuan 20% dan 40% dari saham di sektor perkebunan yang IPO tahun ini.
Baca Juga: Jelang IPO, Jayamas Medica (OMED) Jajaki Kemitraan Strategis dengan Pemain Global
Dinar meyakini, perlu ada strategi agar tak salah beli saham IPO. Menurutnya, sederhana saja, cari calon emiten yang kinerjanya mengarah pada laba.
Penggunaan dana juga mesti ditujukan untuk pengembangan usaha. "Bukan untuk bayar utang. Kalau pun ada, paling tidak maksimal 20% saja," ujar Dinar saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (27/10).
Tak hanya bagi investor ritel, aset manajemen pun ikut melirik saham IPO. Senior Vice President Head of Retail, Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management, Reza Fahmi, menyoroti pentingnya momentum sektoral dalam memilih saham IPO.
"Kami memandang perusahaan yang IPO tahun ini cukup menjanjikan. Kami tetap positif terhadap pasar saham dalam jangka panjang karena valuasi yang tetap menarik dan memiliki cerita reformasi fundamental yang baik," kata Reza.
Praktisi Pasar Modal, Fendi Susiyanto, turut melihat prospek cerah dari saham IPO. Tapi, pelaku pasar mesti hati-hati. Sebab, tak sedikit juga saham yang justru berbalik suram.
Dalam kalkulasi Fendi, setidaknya ada 70%-80% saham dari emiten yang IPO tahun ini punya prospek yang apik. Sisanya, cenderung menjadi saham tidur atau bergerak dengan stagnan.
"Jadi kalau IPO, jangan hanya dilihat dari potensi kenaikan jangka pendek saja. Investor harus aware faktor fundamental, itu penting. Kalau tidak, risikonya tinggi," ujar Fendi.
Jika menilik saham-saham yang IPO tahun 2022, beberapa saham memang mampu meroket hingga ratusan persen. Sekadar contoh, ada PT Bangun Karya Perkasa Jaya Tbk (KRYA) dengan lonjakan 280,39%.
Kemudian PT Champ Resto Indonesia Tbk (ENAK) yang harga sahamnya menguat 121,64%. yang paling fantastis ada PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) dengan penguatan di level 1.650% hingga hari ini (27/10).
Berbeda nasib, ada juga emiten baru yang gerak sahamnya nyungsep dan terlelap di level gocap. Contohnya ada PT Mitra Angkasa Sejahtera Tbk (BAUT), PT Nusantama Berkah Tbk (NTBK), dan PT Winner Nusatara Jaya Tbk (WINR).
Apalagi, mayoritas gerak saham emiten baru dalam sebulan terakhir tampak sedang lemas. Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro melihat dari 44 saham emiten baru, 32 diantaranya mencatatkan kinerja negatif secara bulanan.
Dilihat dari kapitalisasi pasar (market caps), hanya 11 emiten yang saat ini punya market caps di atas Rp 2 triliun. Jika menimbang bid offer yang cukup aktif dari jumlah emiten tersebut, maka hanya sekitar 25% saham yang tergolong likuid di jajaran emiten baru.
Baca Juga: Simak Progres Spin Off dan Rencana IPO UUS Bank Jatim (BJTM)
Adapun, kapitalisasi pasar menjadi salah satu elemen penting yang dipertimbangkan dalam pemilihan saham. "Semakin besar market caps, potensi likuiditas makin besar. Investor umumnya menyukai saham yang gampang diperjualbelikan," sebut Nico.
Jangan FOMO saat IPO
Selain soal fundamental, Nico juga mengingatkan agar pelaku pasar tak terjangkit Fear of Missing Out (FOMO). Sehingga, jangan sampai memilih saham hanya karena ikut-ikutan, tanpa punya pemahaman yang jelas terhadap saham yang dipilih.
Dinar punya pandangan serupa. Tren atau promosi yang sensasional (hype) pada saham IPO bagaikan pisau bermata dua. "Hype ini bisa mendongkrak harga saham IPO di awal-awal. Tapi kadang hype juga bisa jadi strategi marketing bandar. Jadi mesti hati-hati," tutur Dinar.
Yang pasti, perlu ada strategi untuk mengelola portofolio investasi. Bagi Dinar, disiplin cutloss menjadi salah satu senjata penting untuk mengelola risiko.
Belajar dari rugi yang pernah diderita akibat tidak cutloss di atas 10%, Dinar pun menempuh langkah itu ketika boncos saat IPO PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). "Rata-rata di bawah 10% karena cutloss," ujar Dinar.
Baca Juga: Sentimen Akuisisi dan IPO Blibli.com (BELI) Belum Mampu Mendongkrak Saham RANC
Sedangkan menurut Fendi, ada dua hal penting dalam menilai prospek saham IPO untuk beberapa waktu ke depan. Pertama, cermati bahwa sektor dan emiten bisa menangkap momentum pertumbuhan pasca krisis.
Contohnya pada sektor energi, consumer non-cyclicals, pelayaran dan industri dasar. Kedua, pilih perusahaan yang sudah memiliki ekosistem bisnis. Faktor ini sangat penting, terutama jika ingin memilih saham-saham teknologi.
"Utamakan pilihan pada emiten yang bisa men-supply rantai pasok global atau yang produknya men-support bisnis lain yang sudah established," imbuh Fendi.
Tak kalah penting adalah filosofi dalam berinvestasi. Bagi Dinar, saat ini ia lebih cocok sebagai trading dan scalping. Dinar sendiri mengibaratkan bursa saham sebagai laut lepas.
"Trading mengajarkan ku untuk merawat dan segera mengolah gain yang didapat hari ini, sebagai umpan untuk memancing gain lagi esok hari," pungkas Dinar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News