Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih bergerak dalam tren bullish. Hal ini tentunya bakal memberikan dukungan bagi kinerja reksadana saham yang lebih cemerlang di pengujung tahun 2020, setelah tiarap akibat Covid-19.
Pada perdagangan Kamis (26/11) IHSG berhasil ditutup menguat 1,42% ke level 5.759. Kenaikan tersebut juga didukung dengan aliran dana asing yang masuk, mencapai Rp 593 miliar.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto memperkirakan, harga wajar IHSG versi Panin AM adalah 5.500 hingga 6.000 untuk 2020. Sedangkan di tahun depan, indeks berpotensi melaju ke level 6.300 hingga 6.500.
"Untuk akhir tahun ini (reksadana saham) mungkin masih cenderung positif karena adanya kenaikan harga komoditas, net inflow asing, dan window dressing," kata Rudiyanto kepada Kontan, Kamis (26/11).
Baca Juga: Kembali tembus 5.700, IHSG diprediksi menguat pada Jumat (27/11)
Dia mengungkapkan, hingga Oktober 2020 asset under management (AUM) alias dana kelolaan untuk reksadana saham di Panin AM mencapai Rp 5 triliun dari total dana kelolaan Rp 12 triliun. Adapun strategi manager investasi dalam pengelolaan reksa dana saham tersebut melalui pendekatan berbasis value.
"Jadi mencari saham yang valuasinya murah kemudian dikombinasikan dengan saham dengan kapitalisasi besar agar kinerja reksadana searah dengan pasar. Kalaupun untuk reksadana saham berbasis indeks, kami akan membeli saham-saham yang ada dalam suatu indeks," ujar Rudiyanto.
Di sisi lain, keputusan Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuan ke level 3,75% secara tidak langsung dianggap Rudiyanto sebagai sinyal positif untuk reksadana. Pasalnya, itu akan membuat dana masyarakat di perbankan mencari alternatif lain yang lebih menghasilkan.
Baca Juga: Dua bulan terakhir ini, net buy asing diprediksi bisa mencapai Rp 16,85 triliun
"Salah satunya masuk ke pasar modal seperti saham, obligasi dan reksadana. Minat investor juga masih ada peningkatan di reksadana," kata dia.
Untuk tahun depan, Rudiyanto menilai sentimen terkait kebijakan pajak di Amerika Serikat (AS) perlu diperhatikan. Ini karena, apabila ada kenaikan tarif pajak terhadap korporasi dan kelas atas di sana, bisa menyebabkan saham AS turun.
Baca Juga: Suku bunga rendah, kinerja reksadana pendapatan tetap tumbuh 8,24%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News