Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) diproyeksikan akan mencatat kinerja yang baik seiring dengan ketatnya pasokan global dan peningkatan permintaan logam dasar, khususnya timah, yang didorong oleh stimulus ekonomi dari China.
Analis BRI Danareksa Sekuritas, Timothy Wijaya, menjelaskan bahwa pengurangan ekspor bijih timah dari Myanmar ke China akan berdampak pada kenaikan harga timah.
Meskipun harga rata-rata timah di London Metal Exchange (LME) turun 1,9% secara kuartalan menjadi US$31.700 per ton pada kuartal ketiga 2024, Timothy optimis bahwa kinerja TINS akan membaik.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Timah (TINS) yang Disokong Harga Timah dan Regulasi Industri
Penjualan PT Timah diperkirakan meningkat 5% secara kuartalan (qoq) menjadi sekitar 5.000 ton pada kuartal tersebut, didukung oleh peningkatan produksi dan efisiensi biaya dari pabrik peleburan TSL Ausmelt yang telah beroperasi sejak awal 2023.
Timothy menambahkan, stimulus dari China, seperti pengurangan suku bunga hipotek dan penurunan uang muka pembelian rumah kedua, akan meningkatkan permintaan komoditas, termasuk logam dasar.
“Kami percaya stimulus tambahan di sektor properti dan konstruksi dapat mendukung harga logam dasar,” kata Timothy dalam riset yang dirilis pada 14 Oktober 2024.
Tonton: Cek Untung atau Rugi, Harga Emas Antam Hari Ini Naik (16 Oktober 2024)
Meskipun ekspor timah olahan Indonesia meningkat tajam, dengan lonjakan 89% pada Agustus 2024 menjadi 6.400 ton, harga timah tetap kuat. Kenaikan ini didukung oleh penurunan ekspor dari Myanmar, salah satu penghasil timah utama dunia.
Baca Juga: Didukung Prospek Harga Timah dan Regulasi Industri, Saham Timah (TINS) Layak Dipantau
Analis Ciptadana Sekuritas Asia, Thomas Radityo, menyampaikan pandangan serupa. Menurutnya, stok timah di LME turun 41,1% sepanjang tahun ini menjadi 4.700 ton karena tingginya permintaan dari China, yang didorong oleh stimulus dan gangguan pasokan.
Harga timah LME pun naik 32% sepanjang tahun ini hingga mencapai US$32.008 per ton pada akhir September 2024.
Dalam jangka menengah, Thomas memperkirakan permintaan timah akan tumbuh moderat seiring membaiknya kondisi ekonomi makro, terutama di China.
Namun, dari sisi pasokan, produksi timah global diperkirakan akan terus menurun, yang dapat menyebabkan defisit di pasar timah pada tahun 2024 dan 2025.
"Kami merevisi proyeksi harga acuan timah menjadi US$30.000 per ton untuk 2024, US$31.000 per ton untuk 2025, dan US$31.500 per ton untuk 2026," jelas Thomas dalam risetnya pada 30 September 2024.
Baca Juga: Didukung Stimulus China, Begini Rekomendasi Saham Timah (TINS)
Sejalan dengan revisi harga tersebut, Thomas menaikkan estimasi laba bersih TINS sebesar 26,8% untuk 2024, 23,9% untuk 2025, dan 44,3% untuk 2026, dengan total mencapai Rp1,1 triliun, Rp1,8 triliun, dan Rp1,8 triliun. Target harga saham TINS juga dinaikkan dari Rp1.300 menjadi Rp1.600 per saham, dengan rekomendasi buy.
Senada dengan Thomas, Kiswoyo Adi Joe, Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama, juga merekomendasikan "buy" untuk saham TINS dengan target harga Rp1.750 per saham. Ia optimis terhadap potensi kenaikan harga saham TINS yang didukung oleh prospek harga timah yang lebih baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News