kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.165   35,00   0,22%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

Didukung Prospek Harga Timah dan Regulasi Industri, Saham Timah (TINS) Layak Dipantau


Rabu, 16 Oktober 2024 / 19:20 WIB
Didukung Prospek Harga Timah dan Regulasi Industri, Saham Timah (TINS) Layak Dipantau
ILUSTRASI. analis memberikan rekomendasi saham Timah (TINS)


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja PT Timah Tbk (TINS) bakal didukung oleh defisit timah yang berpotensi mendulang harga. Di samping itu, regulasi industri timah yang mencegah penambangan ilegal menjadi kabar positif untuk TINS.

Analis Sinarmas Sekuritas Inav Haria Chandra memandang, prospek TINS bakal didorong harga timah yang positif di tengah defisit yang mengintai. Di mana, pada tahun 2024-2025, diproyeksikan terjadi defisit timah karena ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan.

Prospek konsumsi timah global membaik, terutama karena bangkitnya industri elektronik, yang merupakan konsumen timah terbesar untuk solder. Pergeseran positif ini dibuktikan dengan peningkatan pengiriman semikonduktor global sebesar 17% YoY selama periode Januari – Agustus 2024.

Di sisi lain, produksi timah olahan akan melambat karena pertumbuhan produksi tambang yang terbatas. China, sebagai produsen timah olahan terbesar, kemungkinan akan menghadapi tantangan yang semakin besar dalam mengamankan bijih timah yang cukup untuk produksi karena menurunnya produksi tambang domestik dan penghentian operasi di Negara Bagian Wa, Myanmar sebagai sumber impor utamanya.

"Dengan perkembangan positif industri timah Indonesia dan prospek harga timah yang baik, kami memperkirakan laba bersih TINS sebesar Rp 1,17 triliun pada 2024, sebelum meningkat menjadi Rp 1,22 triliun pada 2025," ungkap Inav dalam riset 30 September 2024.

Baca Juga: Didukung Stimulus China, Begini Rekomendasi Saham Timah (TINS)

Inav menerangkan, proyeksi pertumbuhan kinerja TINS tersebut berdasarkan perkiraan penjualan timah olahan sebesar 18.015 ton pada 2024 dan 20.033 ton pada 2025, dengan harga jual rata-rata US$ 30.804 per ton pada 2024 dan US$ 31.624 per ton pada 2025.

Selain itu, Inav melihat pengawasan regulasi yang lebih ketat melalui persetujuan RKAB selama tiga tahun, dan pengenalan SIMBARA untuk ketertelusuran bijih dapat membantu menyeimbangkan persaingan. Hal ini menciptakan peluang bagi TINS untuk merebut kembali posisi yang hilang dan meningkatkan posisi pasarnya.

Meskipun menguasai lebih dari 90% konsesi pertambangan di Bangka Belitung, TINS hanya menguasai 30%-40% ekspor timah, sementara pabrik peleburan swasta yang memiliki konsesi jauh lebih kecil mendominasi pasar ekspor.

Hal ini menandakan potensi kebocoran bahan baku TINS dari penambangan ilegal ke pabrik peleburan swasta.

TINS telah mengambil langkah-langkah untuk mengintegrasikan penambang skala kecil ke dalam rantai pasokannya, namun kesenjangan dalam struktur biaya yang didorong oleh upaya perusahaan peleburan swasta untuk menghindari biaya reklamasi, telah menciptakan tantangan yang terus berlanjut.

Inav menilai, masalah penambangan ilegal yang terus berlanjut telah menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan, sehingga mengikis margin dan kinerja keuangannya secara keseluruhan. Namun, dengan perkembangan positif terkini dalam industri pertambangan timah Indonesia, ada potensi untuk penyesuaian.

"Jika perbaikan ini menghasilkan penegakan peraturan dan efisiensi operasional yang lebih baik, TINS dapat melihat pergeseran persepsi pasar, yang bertindak sebagai katalisator untuk penilaian ulang dalam valuasinya," imbuh dia.

Baca Juga: Ekspor Timah Turun Hingga 20.000 Ton di 2024, Biang Keladinya Kasus Mega Korupsi TINS

Adapun menyusul praktik penambangan ilegal mencurigakan yang difasilitasi oleh smelter swasta, pemerintah telah memperketat penerbitan RKAB, dan hanya menyetujui RKAB dari 15 perusahaan dengan total kapasitas produksi 46.444 ton untuk tahun 2024-2026.

TINS akan diizinkan untuk memproduksi hingga 30.000 ton timah olahan, yang mewakili 64% dari total kapasitas produksi.

Selain itu, TINS akan didukung peraturan baru yang menetapkan penerbitan RKAB setiap 3 tahun untuk memberikan kontrol regulasi yang lebih baik dan peningkatan kepatuhan dalam industri pertambangan timah. Siklus penerbitan RKAB selama tiga tahun akan memberikan waktu yang diperlukan untuk penerbitan dan pengawasan.

Pada tahun pertama, fokusnya adalah pada penerbitan izin. Tahun kedua dan ketiga dapat didedikasikan untuk pemantauan dan pengawasan pemegang RKAB. Sehingga, aturan ini akan memungkinkan penegakan yang lebih menyeluruh dan pengawasan yang lebih ketat, memastikan bahwa perusahaan memenuhi kewajiban mereka berdasarkan izin.

"Kami juga berharap penerapan SIMBARA untuk mengatasi masalah ketertelusuran bijih akan membatasi ruang lingkup penambangan ilegal," tutur Inav.

Dengan berbagai faktor tersebut, Inav merekomendasikan buy untuk TINS dengan target harga sebesar Rp 1.800 per saham. Risiko negatif yang perlu diwaspadai adalah persyaratan persetujuan RKAB yang dilonggarkan, harga timah yang lebih rendah karena resesi atau proteksionisme, serta produksi yang lebih rendah dari yang diharapkan karena cuaca buruk.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji mengatakan bahwa kinerja TINS tentunya akan terdampak positif adanya potensi peningkatan harga jual rata—rata alias Average Selling Price (ASP) timah ke depan.

 

Optimisme itu karena harga komoditas termasuk logam dasar menguat berkat meningkatnya permintaan global yang didukung oleh faktor pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed). Selain itu, harga komoditas diproyeksi lebih baik seiring stimulus jumbo dari Tiongkok.

"Secara fundamental, harusnya peningkatan harga timah bakal terefleksi pada peningkatan kinerja TINS, baik dari segi top line maupun bottom line," jelas Nafan saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (16/10).

Namun untuk saat ini, Nafan menganalisis, secara teknikal saham TINS menunjukkan indikator RSI pada daily chart TINS sudah extremely overbought. Sehingga, disarankan untuk sell on strength pada TINS dengan target harga Rp 1.290 per saham.

Hingga Rabu (16/10), saham TINS berada di posisi Rp 1.375 per saham. Harga TINS terpantau sudah naik sekitar 10% dalam sepekan, 35.47% dalam sebulan, serta melonjak 113.18% di sepanjang tahun (ytd).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×