Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
Dalam jangka menengah, Thomas memperkirakan permintaan timah akan tumbuh moderat seiring membaiknya kondisi ekonomi makro, terutama di China.
Namun, dari sisi pasokan, produksi timah global diperkirakan akan terus menurun, yang dapat menyebabkan defisit di pasar timah pada tahun 2024 dan 2025.
"Kami merevisi proyeksi harga acuan timah menjadi US$30.000 per ton untuk 2024, US$31.000 per ton untuk 2025, dan US$31.500 per ton untuk 2026," jelas Thomas dalam risetnya pada 30 September 2024.
Baca Juga: Didukung Stimulus China, Begini Rekomendasi Saham Timah (TINS)
Sejalan dengan revisi harga tersebut, Thomas menaikkan estimasi laba bersih TINS sebesar 26,8% untuk 2024, 23,9% untuk 2025, dan 44,3% untuk 2026, dengan total mencapai Rp1,1 triliun, Rp1,8 triliun, dan Rp1,8 triliun. Target harga saham TINS juga dinaikkan dari Rp1.300 menjadi Rp1.600 per saham, dengan rekomendasi buy.
Senada dengan Thomas, Kiswoyo Adi Joe, Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama, juga merekomendasikan "buy" untuk saham TINS dengan target harga Rp1.750 per saham. Ia optimis terhadap potensi kenaikan harga saham TINS yang didukung oleh prospek harga timah yang lebih baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News