Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua saham milik orang terkaya Indonesia, Prajogo Pangestu, terus naik dan masuk ke dalam indeks internasional, yakni Morgan Stanley Capital International (MSCI) dan FTSE Global Equity Index. Investor yang ingin beli saham tersebut sebaiknya cermati saran analis berikut.
Menurut Forbes, Prajogo Pangestu adalah orang terkaya Indonesia tahun 2024 ini. Harta orang terkaya Indonesia ini mencapai US$ 72,9 miliar, mengalahkan keluarga Hartono dengan harta sekitar US$ 46 miliar.
Kekayaan Prajogo melesat setelah dua sahamnya mengalami kenaikan harga, yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN). Harga saham BREN pada 22 Mei 2024 ditutup di level Rp 11.250 naik 3.650 poin atau 48,03% secara year to date.
Kemudian saham PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) yang berada di level 8.100, telah naik 7.225 poin atau 825,71% sejak IPO.
Paling anyar, FTSE Russell mengumumkan evaluasi kuartalan indeks yang memasukkan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) ke dalam FTSE Global Equity Index kategori Large Cap. Periode konstituen akan berlaku setelah penutupan perdagangan 21 Juni 2024 atau efektif mulai Senin, 24 Juni 2024.
Sebelumnya pada pertengahan Mei, saudara sekandung BREN yakni PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) masuk ke dalam MSCI Global Standard Indexes. Periode konstituen ini berlaku pada penutupan 31 Mei 2024 atau efektif mulai perdagangan 1 Juni 2024.
Corporate Secretary & Direktur Barito Renewables Energy, Merly menilai masuknya BREN ke dalam FTSE Global Equity Index merupakan apresiasi terhadap langkah-langkah ekspansif yang telah dilakukan. Di antaranya akuisisi terhadap pembangkit tenaga angin yang merupakan diversifikasi dari portofolio panas bumi BREN.
"Kami menyambut baik masuknya BREN dalam FTSE Global Equity Index. Hal ini merupakan bentuk dari kepercayaan pasar terhadap strategi bisnis jangka panjang di mana kami siap mendukung transisi energi menuju net zero," ungkap Merly dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Minggu (26/5).
Chief Financial Officer Chandra Asri, Andre Khor, sebelumnya menyatakan masuknya TPIA ke dalam Indeks Standar Global MSCI diharapkan dapat meningkatkan visibilitas perusahaan kepada sejumlah investor institusional secara global serta menghasilkan likuiditas yang lebih besar dan berpotensi mengurangi biaya modal.
"Hal ini juga memvalidasi status Chandra Asri sebagai entitas terkemuka dalam industri kimia dan infrastruktur. Bagi investor, penambahan ini memberikan afirmasi terhadap posisi pasar dan praktik tata kelola yang solid dari Chandra Asri Group," ujar Andre dalam keterangan tertulis Kamis (16/5) lalu.
Sekadar mengingatkan, BREN dan TPIA merupakan anak usaha dari PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Merujuk RTI Business, BRPT menjadi pemegang saham pengendali di BREN dan TPIA, dimana BRPT menguasai 64,66% saham BREN dan menggenggam 34,63% saham TPIA.
Sedangkan pemilik dan pengendali BRPT adalah konglomerat terkaya ke-23 di dunia versi Forbes, Prajogo Pangestu. Taipan yang memiliki harta US$ 72,9 miliar itu menguasai 71,19% saham BRPT, sekaligus mengantongi 5,06% secara langsung saham TPIA.
Hingga penutupan perdagangan pekan lalu, Rabu (22/5) BREN dan TPIA masih kokoh di posisi tiga besar saham dengan kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). BREN memiliki market cap Rp 1.505 triliun, sementara market cap TPIA mencapai Rp 785 triliun.
Pengamat & praktisi pasar modal Riska Afriani menilai secara umum saham-saham yang masuk dalam rebalancing indeks MSCI maupun FTSE sesuai ekspektasi. Riska menyoroti TPIA yang dalam tiga bulan terakhir banyak diburu oleh investor, termasuk investor asing.
Hal itu membuat TPIA memiliki likuiditas atau perdagangan yang aktif serta kapitalisasi pasar yang tinggi. Begitu juga BREN yang masuk indeks FTSE Large Cap dengan melihat kapitalisasi pasar tertimbang (market cap weighted). "Hal yang wajar mengingat kapitalisasi BREN saat ini," kata Riska kepada Kontan.co.id, Minggu (26/5).
Berkaca dari rebalancing MSCI dan FTSE Russell tahun 2023 lalu, analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy mencatat hampir 90% saham-saham yang masuk ke dalam indeks tersebut mengalami kenaikan harga. Terdorong oleh respons positif pelaku pasar mengantisipasi potensi aliran (inflow) dari investor asing.
Hanya saja, Abdul Haq mengingatkan kenaikan harga itu tidak berlangsung jangka panjang. Bahkan dalam beberapa kasus cenderung bersifat spekulatif dan euforia sesaat dari pelaku pasar. Setelah sentimen mereda, tren harga saham kembali pada fundamental atau prospek kinerja masing-masing emiten.
"Tetapi masuknya saham ke dalam Indeks MSCI dan FTSE Russel merupakan katalis positif, sehingga para investor dapat memadukan analisa fundamental dan juga foreign flow untuk memilih saham pilihan selama masih di dalam kontituen indeks," terang Abdul Haq.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih menambahkan, secara historis rebalancing indeks berpotensi menarik inflow investor asing yang turut mengangkat pergerakan harganya. Untuk rebalancing MSCI yang diumumkan pada pertengahan bulan Mei, Ratih melihat pelaku pasar telah merespons sehingga harga sahamnya sudah priced in.
Ratih lantas mengingatkan adanya potensi profit taking ketika indeks mulai berlaku efektif.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas punya catatan serupa, dimana pemberlakuan efektif indeks biasanya akan dimanfaatkan untuk aksi profit taking.
"Strateginya bisa perhatikan faktor teknikal dan reaksi pasar seperti apa. Bisa follow jika sifatnya jangka pendek, tapi untuk tipe investor jangka panjang selama prospek fundamental masih bagus boleh hold tanpa harus panic selling," terang Sukarno.
Rekomendasi saham
Terkhusus untuk saham BREN dan TPIA, Sukarno menyarankan agar lebih berhati-hati. Di balik potensi penguatan jangka pendek akibat rebalancing indeks, ada peluang untuk terjun akibat aksi profit taking. Apalagi secara valuasi pun saham tersebut sudah terbilang sangat mahal.
Baca Juga: Sederet Emiten Properti Catat Marketing Sales Positif, Intip Rekomendasi Sahamnya
Ratih menyarankan wait and see terlebih dulu untuk saham yang baru masuk indeks, termasuk TPIA. Sementara Riska menilai saham BREN masih layak dibeli secara bertahap. Namun dengan posisi yang sudah berada di area overbought, Riska mengingatkan hati-hati terjadi pembalikan arah terlebih dulu.
Pengamat pasar modal & Founder WH-Project William Hartanto menambahkan, analisa teknikal menjadi faktor krusial dalam menentukan momentum yang tepat untuk koleksi atau profit taking. Terutama untuk saham-saham yang sudah terbang tinggi dalam jangka waktu cukup lama seperti BREN dan TPIA.
Sejalan dengan itu, tingkat risiko di saham BREN dan TPIA juga tinggi. Jika masih ingin koleksi, momentum untuk beli bisa dilakukan saat terjadi koreksi terbatas. Strategi ini bisa turut dilakukan untuk trading pada saham-saham lain yang kali ini masuk rebalancing indeks global.
Sebagai informasi, selain BREN dan TPIA, ada sederet saham yang terjaring dalam rebalancing indeks MSCI dan FTSE. Di jajaran MSCI Small Cap Index, masuk saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) dan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ).
Di samping itu, ada PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) yang masuk ke MSCI Small Cap Index, usai terdepak dari MSCI Global Standard Index. Sedangkan di FTSE Global Equity Index, PT Mastersystem Infotama Tbk (MSTI) masuk ke dalam kategori Micro Cap.
William pun merekomendasikan trading buy terhadap saham BREN, TPIA dan MIKA dengan ekspektasi keuntungan hingga 5%-10%. Khusus untuk BREN dan TPIA, cermati masing-masing level support pada harga Rp 10.600 dan Rp 8.800 per saham.
Sementara Emil menyarankan untuk mencermati peluang buy on weakness saham BREN di area Rp 10.350. Kemudian buy saham ULTJ untuk target harga Rp 2.020 - Rp 2.070 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News