Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga sejumlah sukuk ritel turun di bawah level acuannya. Kondisi ini dinilai hanya bersifat sementara karena suku bunga diperkirakan menurun.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengamati bahwa harga surat berharga turun karena perubahan suku bunga pasar. Naiknya suku bunga menyebabkan tingkat imbal hasil (yield) naik, sebaliknya harga obligasi bergerak turun.
Pergerakan arah suku bunga dipengaruhi oleh banyak faktor, utamanya karena kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang masih berkutat dalam penanganan inflasi.
"Ketika The Fed naikkan suku bunga, hal itu berpengaruh pada pergerakan suku bunga global. Dengan demikian berdampak pula bagi harga obligasi di pasaran," ucap Ramdhan saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (6/4).
Baca Juga: Hingga Kuartal I 2023, Penerbitan SBN Mencapai Rp 295,45 Triliun
Ramdhan menyoroti bahwa yield obligasi tenor 10 tahun memang sudah perlahan naik sejak bulan lalu. Pada Februari, yield SUN tenor 10 tahun berada di level 6,7% lalu naik menjadi 6,8% di Maret 2023.
Sebaliknya, harga obligasi bergerak turun, baik untuk jenis produk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ataupun Surat Berharga Negara (SBN). Misalnya, Sukuk Ritel seri SR018 saat ini turun di bawah level par yakni sekitar 99.
Kalau Senior Vice President Head of Retail Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi melihat penurunan harga sukuk ritel karena adanya aktivitas harus jual di harga diskon. Karena itu, penurunan harga SBSN dianggap tidak berpengaruh secara luas pada pasar obligasi.
"Seharusnya harga bakal ikutan naik jika melihat performa obligasi pemerintah pun naik," ujar Reza kepada Kontan.co.id, Kamis (6/4).
Baca Juga: SR018 Sukses Tarik 58.472 Investor, Profil Pembeli Dinilai Lebih Merata
Reza mengatakan, saat ini yield US Treasury tenor 10tahun justru turun ke level 3,31% yang merupakan level terendahnya sejak September 2022. Hal ini seiring data terbaru yang menimbulkan kekhawatiran investor terkait kesehatan ekonomi AS.
"Sentimen ini meningkatkan kemungkinan bahwa Fed akan segera mengakhiri siklus kenaikan suku bunganya," tambahnya.
Reza melihat prospek harga obligasi ke depannya bergantung dengan kebijakan Fed dan faktor global lainnya. Sementara dari Indonesia masih positif dengan didukung fundamental yang baik.
Terkhusus instrumen sukuk ritel dianggap masih menarik untuk dikoleksi karena tingkat kupon yang bersifat fixed rate. Hal ini baik karena Bank Indonesia (BI) kemungkinan mulai mempertahankan suku bunga acuannya di level sekarang 5,75% saat ketidakpastian ekonomi global.
Baca Juga: Alami Inverted Yield Curve, Ini Dampaknya ke Pasar Obligasi Dalam Negeri
Selain itu, investasi di sukuk ritel dijamin 100% oleh pemerintah Indonesia.
Reza menyarankan untuk investor yang berinvestasi pada sukuk ritel bisa hold to maturity (HTM) atawa pegang hingga jatuh tempo untuk hasil yang maksimal.
Ramdhan menyebutkan bahwa turunnya posisi harga sukuk ritel saat ini menjadi kesempatan untuk investor untuk kembali masuk. Namun, untuk investor yang sudah memiliki produk diharapkan untuk menahan kepemilikan karena ekspektasi suku bunga saat ini diperkirakan turun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News