Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi Amerika Serikat (AS) mengalami inverted yield curve. Di mana, imbal hasil US Treasury tenor 2 tahun lebih besar dibandingkan yield US Treasury tenor 10 tahun.
Melansir Trading Economics, Minggu (2/4) pukul 11.05 WIB, yield US Treasury tenor 2 tahun saat ini berada di 4,04%. Sementara, yield US Treasury tenor 10 tahun adalah 3,47%.
Kedua obligasi acuan AS itu juga mengalami penurunan yield dalam sebulan terakhir. Yield US Treasury tenor 2 tahun turun 0,85% MoM dan yield US Treasury tenor 10 tahun turun 0,5% MoM.
Analis Fixed Income Sucorinvest Asset Management Alvaro Ihsan mengatakan, penurunan yield US Treasury 2 tahun dan US Treasury 10 tahun terjadi di tengah polemik kasus Silicon Valley Bank (SVB) serta Credit Suisse (CS).
Baca Juga: Lelang Buyback SUN Dengan Debt Switch, Obligasi Tenor 10 Tahun Jadi Favorit
Akibat krisis perbankan itu, kebijakan moneter AS dalam jangka pendek masih akan sulit untuk diprediksi.
“Apakah suku bunga masih terus dinaikkan atau akan mulai ditahan mengingat inflasi AS masih jauh di atas target 2%, masih sulit diprediksi,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (31/3).
Di sisi lain, terjadi tekanan likuiditas pada beberapa bank regional AS, sehingga potensi suku bunga ditahan atau diturunkan menjadi muncul.
Alvaro melihat, laju inflasi tahunan AS secara YoY diperkirakan dapat menurun tahun 2023, mengingat adanya high base effect pada Maret 2022 lalu karena dimulainya perang Rusia-Ukraina.
“Selain itu, perlu dilihat kondisi perbankan dan pasar keuangan AS untuk melihat arah dari pergerakan yield US Treasury ke depannya,” ujarnya.
Menurut Alvaro, kondisi inverted yield curve di AS serta sentimen negatif terkait krisis bank asing tidak berpengaruh terlalu banyak pada penjualan obligasi di Indonesia.
Hal itu tercermin dari penjualan obligasi Indonesia terbaru baru, SR018, yang berhasil terjual hingga Rp 21,49 triliun.
“Investor ritel tetap memiliki minat yang tinggi terhadap obligasi dan sukuk sebagai instrumen investasi,” ungkapnya.
Baca Juga: Penjualan SR018 Capai Rp 21,49 Triliun, Paling Banyak Tenor 3 Tahun
Oleh karena itu, Alvaro pun optimistis bahwa pasar obligasi Indonesia masih akan menarik, meskipun terjadi inverted yield curve di AS.
Sebab, surat utang negara (SUN) Indonesia menawarkan tingkat yield yang menarik bagi investor di tengah ketidakpastian global. “Pasar obligasi Indonesia juga mencatatkan net foreign inflow pada bulan Maret 2023. Ini menunjukkan optimisme pada pasar obligasi Indonesia,” paparnya.
Dengan kondisi seperti saat ini, Alvaro menyarankan agar investor mencermati kembali preferensi investasi masing-masing.
Sebab, Alvaro melihat, yield curve obligasi Indonesia sudah lebih landai (flattening) akibat operation twist.
Investor yang memiliki horison investasi pendek bisa memasuki obligasi dengan tenor pendek yang sudah menawarkan yield yang lebih tinggi.
“Sementara, investor dengan horison investasi yang lebih panjang juga dapat memasuki obligasi tenor yang lebih panjang, dengan catatan mereka memperhatikan data inflasi aktual serta ekspektasi inflasi ke depan,” paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News