Reporter: Benedicta Prima | Editor: Yudho Winarto
Dia juga menjelaskan pelarangan ekspor bijih nikel bisa mendukung rencana pemerintah mengembangkan kendaraan listrik. Sebab bahan baku baterai kendaraan listrik adalah nikel dengan kadar 1,4% ke bawah.
Berdasarkan catatan Kontan.co.id, Kementerian ESDM rencananya akan memberlakukan pelarangan ekspor bijih nikel atau nikel ore pada akhir Desember 2019. Kebijakan memperketat pelarangan ekspor itu diklaim sebagai upaya mempercepat program hilirisasi mineral atau pengembangan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter).
Baca Juga: Harga nikel naik, analis sebut saham Central Omega Resources (DKFT) menarik
Ini bertujuan agar sumber daya yang diekspor berbentuk barang jadi sehingga mendatangkan nilai tambah yang lebih besar.
Selain itu, Kementerian ESDM mempercepat pelarangan ekspor tersebut, juga mempertimbangkan cadangan nikel dalam negeri yang bisa ditambang hanya tinggal 8 tahun lagi atau tersisa sekitar 700 juta ton.
Sebenarnya, pengaturan dan pelarangan ekspor mineral mentah sudah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009. Pada pasal 103 ayat 1 dijelaskan bahwa perusahaan diwajibkan melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
Baca Juga: Analis: Harga CPO bakal ditopang kebijakan politis
Pasal 170 beleid itu menyebutkan pemegang Kontrak Karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU tersebut diundangkan.
Hanya saja pemerintah mengeluarkan PP Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Aturan ini melonggarkan ekspor bijih nikel sampai tahun 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News