Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengawali pekan ini, harga nikel terkoreksi hampir mencapai 3,86%. Walaupun akhir pekan lalu komoditas logam industri ini berhasil menguat menembus level US$ 12.035 per metrik ton, tetapi rupanya kondisi ekonomi China lebih berpengaruh memberi katalis negatif yang menekan harga.
Mengutip Bloomberg, pada penutupan perdagangan Senin (27/11), harga nikel kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange anjlok 3,86% ke level US$ 11.570 per metrik ton. Jika dibandingkan sepekan sebelumnya harganya hanya terkoreksi 0,77%.
Andri Hardianto, Analis PT Asia Tradepoints Futures mengatakan, koreksi harga kali ini cukup dipengaruhi sentimen dari China. Pemerintah negeri Tirai Bambu itu baru saja memutuskan untuk menaikkan bunga pinjaman. Tindakan tegas tersebut diambil dengan alasan untuk lebih mengawasi pendanaan sektor berisiko.
"Kemungkinan ini akan berdampak ke industri baja. Di kuartal IV bisa jadi akan terjadi penurunan produksi,” terangnya kepada Kontan.co.id, Selasa (28/11).
Dengan berkurangnya produksi baja mau tidak mau akan mempengaruhi permintaan nikel. Selama ini dua pertiga dari produksi nikel didistribusikan untuk industri baja. Ditambah lagi China merupakan salah satu konsumen terbesar nikel.
Kata Andri, sejauh ini sentimen dari China cukup besar pengaruhnya terhadap harga nikel. Meski di pemerintahan Filipina baru saja mengumumkan rencana melipatgandakan pajak pertambangannya, tetapi harga nikel tetap saja jatuh. Mayoritas anggota senat sepakat untuk menaikkan pajak pertambangan untuk mengurangi aktivitas tambang ilegal.
"Kalau sentimen dari China pengaruhnya langsung seketika," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News