Reporter: Namira Daufina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Setelah menembus level US$ 36 per barel, harga minyak WTI masih terus menanjak. Kenaikan ini didukung oleh sentimen positif dari Amerika Serikat.
Mengutip Bloomberg, Senin (7/3) pukul 15.30 WIB harga minyak WTI kontrak pengiriman April 2016 di New York Merchantile Exchange melesat 1,11% ke level US$ 36,32 per barel dibanding hari sebelumnya.
Hal ini terdukung oleh laporan Baker Hughes Inc, yang menyatakan bahwa rig aktif pengeboran minyak AS turun 8 rig menjadi 392 rig. Penurunan jumlah rig aktif ini sudah berlangsung selama 11 minggu beruntun dan merupakan level terendahnya sejak Desember 2009 silam.
“Ini bisa jadi sinyal akan terjadi penurunan produksi minyak mentah di Amerika Serikat dan bisa jadi momentum lanjutan kenaikan harga minyak,” kata Ric Spooner, Chief Analyst CMC Markets di Sydney, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (7/3).
Ditambah lagi menurut laporan Energy Information Administration (EIA), produksi minyak AS turun selama enam minggu beruntun ke level 9,08 juta barel per hari. Walaupun stok masih berada di level tertingginya sejak 1930 di posisi 518 juta barel.
Hanya saja memang kini pelaku pasar sedang menantikan pertemuan diskusi perkara Oil Freeze di Rusia atau Doha atau Wina, 20 Maret 2016 hingga 1 April 2016 mendatang. Kepastian pertemuan ini disampaikan langsung oleh Menteri Minyak Rusia, Alexander Novak.
“Apalagi dengan semakin tingginya kenaikan harga minyak, risiko koreksi akan semakin beaar. Karena sampai saat ini harga minyak WTI belum beranjak dari tren lemah,” tambah Ric Spooner.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News