Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah berjangka turun setelah Federal Reserve berpegang teguh pada keputusannya untuk menunda pemotongan suku bunga dalam waktu dekat. Sementara peningkatan stok minyak mentah Amerika Serikat (AS) menambah tekanan lebih lanjut.
Kamis (29/2) pukul 7.46 WIB, harga minyak WTI kontrak April 2024 turun 0,53% ke US$ 78,12 per barel. Sedangkan harga minyak Brent kontrak April 2024 turun 0,26% ke US$ 83,46 per barel.
Persediaan minyak mentah AS naik 4,2 juta barel pada pekan lalu, menurut Badan Informasi Energi (EIA). Penambahan stok minyak ini melampaui ekspektasi para analis sebesar 2,74 juta barel.
Stok telah meningkat selama lima minggu berturut-turut karena penghentian kilang yang tidak direncanakan menyusul badai musim dingin di bulan Januari, serta rencana perbaikan pabrik.
“Peningkatan persediaan minyak mentah mingguan AS di atas perkiraan sekali lagi menyeret harga minyak berjangka lebih rendah,” kata Gaurav Sharma, seorang analis independen kepada Reuters.
Baca Juga: Harga Emas Datar pada Kamis (29/2) Pagi Jelang Rilis Data PCE
Tingkat pemanfaatan kilang di AS naik tipis 0,9 poin persentase pada minggu lalu menjadi 81,5% dari total kapasitas. Tetapi, okupansi kilang berada di bawah rata-rata musiman 10 tahun. Kilang-kilang telah beroperasi di bawah tingkat pemanfaatan 83% selama sebulan terakhir, yang merupakan rekor terpanjang dalam hampir tiga tahun.
“Para pengilangan masih banyak yang absen, dan tidak melakukan upaya nyata untuk segera keluar dari penutupan yang terjadi setelah cuaca dingin,” kata John Kilduff, partner di Again Capital yang berbasis di New York.
Kilduff menambahkan, pemadaman yang sedang berlangsung di kilang Whiting milik BP yang berkapasitas 435.000 barel per hari di Indiana, pabrik terbesar di Midwest, juga telah mengurangi tingkat stok bahan bakar.
Stok bensin telah turun selama empat minggu berturut-turut ke level terendah dalam dua bulan di 244,2 juta barel. Stok bensin berada di sekitar 2% di bawah rata-rata lima tahun untuk sepanjang tahun ini, kata EIA.
“Jika tren ini berlanjut selama enam hingga delapan minggu ke depan, kita bisa melihat persediaan bensin semakin menipis seiring memasuki musim panas,” kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.
Baca Juga: Wall Street Tergelincir Sehari Menjelang Rilis Data Inflasi PCE
Laporan pada hari Selasa bahwa OPEC+ akan mempertimbangkan untuk memperpanjang pengurangan produksi minyak secara sukarela hingga kuartal kedua kemungkinan memberikan dasar bagi penurunan harga.
Konflik di Timur Tengah mungkin memberikan dukungan, setelah Hamas menyerukan warga Palestina untuk berbaris ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem pada awal Ramadan. Langkah ini meningkatkan pertaruhan dalam negosiasi gencatan senjata yang sedang berlangsung di Gaza.
Namun, tanda-tanda bahwa suku bunga di as akan tetap tinggi mengimbangi potensi kenaikan. Presiden Federal Reserve Bank of New York John Williams mengatakan bahwa, meskipun tekanan inflasi telah surut ke tingkat yang signifikan, dia belum siap untuk mengatakan bahwa bank sentral telah melakukan semua yang perlu dilakukan untuk mengembalikan inflasi ke target The Fed sebesar 2%.
Komentar Williams sejalan dengan sinyal Gubernur Fed Michelle Bowman pada hari Selasa. Dia mengatakan tidak terburu-buru menurunkan suku bunga AS, mengingat risiko inflasi yang berkelanjutan. Suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menekan permintaan minyak.
Para pelaku pasar minyak akan mencari arah yang lebih jelas dari indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS bulan Januari yang dirilis pada hari Kamis. PCE merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed dan merupakan faktor kunci dalam keputusan suku bunga.
"Jika angka PCE AS (Kamis) berada di atas ekspektasi, harga minyak mungkin akan mencapai puncak sementara," kata Tamas Varga dari pialang minyak PVM dalam sebuah catatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News