Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski semalam Energy Information Administration (EIA) melaporkan adanya pengurangan suplai minyak di AS, namun volume pengurangan itu lebih sedikit dari perkiraan.
Mengutip Bloomberg, Jumat (31/5) pukul 17.29 WIB harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2019 di New York Mercantile Exchange ada di US$ 55,45 per barel, melemah 2,01% dibanding harga penutupan kemarin di level US$ 56,59 per barel. Sepekan harga minyak terkoreksi 5,42%.
Analis Monex Investindo Futures, Dini Nurhadi Yasyi mengatakan, harga minyak kembali jatuh karena persepsi melimpahnya pasokan. EIA mencatat inventori minyak AS pekan lalu turun hampir 300.000 barel. Walau turun, tetapi tidak sedalam konsensus pasar yang dihimpun yaitu minus 900.000 barel.
Penurunan 300.000 barel membuat total inventori minyak AS sebanyak 476,5 juta barel. Angka ini masih 5% di atas rata-rata selama lima tahun terakhir. Hal tersebut membuat outlook bahwa produksi minyak di Amerika Serikat (AS) masih cenderung tinggi.
Ini juga yang membuat AS menjadi negara produsen minyak terbesar mengalahkan Rusia dan Arab Saudi. Lebih lanjut Dini menerangkan eskalasi perang dagang antara AS-China juga turut menekan harga minyak.
“Pasar kembali mengkhawatirkan akan outlook perlambatan ekonomi global yang berdampak pada berkurangnya permintaan terhadap minyak,” kata Dini dalam analisisnya, Jumat (31/5).
Kondisi ini terjadi di tengah penantian pasar terhadap program produksi lanjutan dari Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), di mana sentimen-sentimen tersebut masih berpotensi menekan harga minyak.
Dini memproyeksi harga minyak berpotensi melanjutkan pelemahan pada hari ini dengan catatan harga perlu menembus konsisten di bawah US$ 55,85 per barel sebelum mengincar level US$ 55,20 per barel. Sementara untuk level resistance terdekat di level US$ 56,70 per barel.
Untuk perdagangan selanjutnya, Dini meramal harga minyak bakal berkutat di level support US$ 55,85, US$ 55,20, dan US$ 54,80 per barel. Sementara, level resistance antara US$ 56,70, US$ 57,45, dan US$ 58,20 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News