Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia semakin tertekan menjelang akhir Mei, bahkan sudah menyentuh level US$ 57 per barel. Berdasarkan data Bloomberg pada perdagangan Rabu (29/5) pukul 19.22 WIB harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2019 di New York Mercantile Exchange berada di level US$ 57,47 per barel atau sudah anjlok hingga 2,82%.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, tren harga minyak untuk sepekan ini dan pekan depan cenderung masih akan turun. Bahkan, untuk level terendah, Ibrahim meramalkan harga minyak mampu menyentuh level US$ 55 per barel dalam waktu dekat.
"Salah satu penyebab harga minyak terus jatuh, yakni karena kekhawatiran perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Di mana, China bakal melakukan serangan balik," jelas Ibrahim kepada Kontan.co.id, Rabu (29/5).
Menurutnya, pergerakan harga minyak saat ini terjebak pada dua sisi yakni dari pasokan dan juga permintaan. Sebagaimana diketahui, selama ini China merupakan negara importir minyak terbesar di dunia.
Dengan adanya perang dagang, China semakin disulitkan untuk mengimpor minyak, akibatnya permintaan minyak mentah pun cenderung turun.
Selain terjebak antara risiko pasokan dan permintaan, data ekonomi AS yang membaik, turut mengindikasikan peluang bagi Bank Sentral AS (The Fed) untuk menaikkan suku bunga acuannya.
Padahal, sebagian besar pasar meyakini The Fed belum akan menaikkan suku bunga acuannya hingga akhir 2019. Di sisi lain, perkembangan pemilu di Uni Eropa (UE) bakal menciptakan banyak perubahan dan berpengaruh pada penguatan pasar keuangan.
Adapun terkait pasokan, dalam waktu dekat AS bakal merilis data pasokan minyaknya, lewat Energy Information Administration. Sentimen tersebut akan sangat mempengaruhi pergerakan harga minyak ke depan, di tengah ketegangan larangan AS agar beberapa negara diminta untuk tidak mengimpor minyak dari Iran.
Ketegangan perang dagang juga meningkat seiring langkah Trump untuk memblokir perusahaan taipan China, yakni Huawei dari AS.
"Ada kemungkinan besar, transaksi Jumat (31/5) dan Senin (3/6) bakal melemah hingga ke level US$ 56,70 per barel, seandainya menguat pun akan menuju US$ 60,70 per barel," ujarnya.
Secara teknikal Ibrahim menjelaskan, masih ada indikasi harga minyak untuk melemah. Dilihat dari bollinger band dan moving average 20% berada di atas bollinger bawah, sehingga mengindikasin tren negatif.
Selain itu, stochastic 60% negatif, diikuti MACD dan RSI 60% negatif. Sehingga, hampir seluruh indikator teknikal berada di rentang negatif, sehingga wajar dalam sepekan ini harga minyak cenderung mengalami pelemahan.
Untuk sepekan ke depan, Ibrahim menilai harga minyak punya peluang untuk jatuh ke level US$ 55,20 per barel, dengan peluang menguat ke level US$ 62 per barel. Menurutnya, saat ini pelaku pasar cenderung untuk mengalihkan asetnya ke safe haven seperti dollar AS.
"Selama libur lebaran, kelihatannya harga minyak juga belum memiliki potensi rebound, sehinga disarankan untuk perdagangan Jumat (31/5) pasar cenderung sell," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News