Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak naik tipis pada Rabu (7/12) pagi setelah kemarin terjun ke level penutupan harga terendah tahun ini. Harga minyak Brent berakhir di bawah US$ 80 per barel untuk kedua kalinya pada tahun 2022. Investor meninggalkan pasar minyak yang bergejolak dalam ekonomi yang tidak pasti.
Rabu (7/12) pukul 7.05 WIb, harga minyak WTI kontrak Januari 2023 di New York Mercantile Exchange menguat 0,32% ke US$ 74,49 per barel. Kemarin, harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) ini terjun 3,5% ke US% 74,25 per barel yang merupakan harga penutupan perdagangan terendah tahun 2022.
Sedangkan kemarin, harga minyak mentah Brent kontrak Februari 2023 turun US$ 3,33 atau 4%. Harga minyak acuan internasional ini kemarin ditutup pada US$ 79,35 per barel.
Harga minyak WTI turun selama tiga hari berturut-turut dan minyak Brent melemah empat hari beruntun hingga Selasa (6/12). Serangkaian berita bearish membuat investor ketakutan meskipun perang sedang berlangsung di Ukraina dan salah satu krisis energi terburuk dalam beberapa dekade terakhir.
Baca Juga: Wall Street Tumbang, Nasdaq Terjun 2% Pada Selasa (6/12)
"Tiga hari ini perdagangan yang seru, dengan OPEC+ memutuskan untuk tidak memangkas produksi lebih lanjut pada hari Minggu, dimulainya batas harga dan sanksi Rusia yang ompong kemarin, dan kekalahan di pasar saham hari ini, spekulan minyak berbondong-bondong keluar di tengah pelarian dari aset berisiko," kata Matt Smith, analis minyak utama di Kpler kepada Reuters.
Aktivitas sektor jasa di China mencapai titik terendah dalam enam bulan. Sedangkan ekonomi Eropa melambat karena tingginya biaya energi dan kenaikan suku bunga.
Indeks acuan Wall Street juga jatuh pada hari Selasa di tengah ketidakpastian seputar arah kenaikan suku bunga Federal Reserve. Pasar saham juga diwarnai pembicaraan lebih lanjut tentang resesi yang menjulang.
Kemerosotan harga minyak kemarin adalah penurunan harian terbesar dalam harga Brent sejak akhir September. Harga minyak Brent diperdagangkan dalam kisaran US$ 62 (dari level tertinggi ke terendah) tahun ini. Kisaran pergerakan harga minyak ini merupakan rentang paling lebar dalam satu tahun sejak krisis keuangan 2008.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Jatuh Selasa (6/12), Brent ke US$81,47 dan WTI ke US$75,75
"Kita bisa melihat WTI US$ 60 per barel jika penurunan terus terjadi," kata Eli Tesfaye, ahli strategi pasar senior di RJO Futures. Dia menambahkan bahwa US$ 80 akan menjadi harga tertinggi baru, dan harga akan sulit mencapai level yang lebih tinggi ketimbang posisi tersebut.
Pasar minyak juga sebagian besar mengabaikan ancaman terhadap pasokan, seperti yang berasal dari batas harga G7 sebesar US$ 60 pada ekspor minyak mentah lintas laut Rusia. Pembatasan harga ini diperkirakan akan membuat Rusia memangkas produksi minyak.
Rusia mengatakan tidak akan menjual minyak kepada siapa pun yang menandatangani batas harga. Produksi kondensat minyak dan gas Rusia Januari-November naik 2,2% dari tahun lalu, menurut Wakil Perdana Menteri Alexander Novak. Dia memperkirakan sedikit penurunan produksi menyusul sanksi terbaru.
Baca Juga: Subsidi Motor Listrik
Di China, lebih banyak kota melonggarkan pembatasan terkait Covid-19. Pelonggaran aktivitas China mendorong ekspektasi peningkatan permintaan di importir minyak utama dunia meskipun itu belum cukup untuk menghentikan penurunan harga minyak berjangka.
"Pasar minyak kemungkinan akan tetap bergejolak dalam waktu dekat, didorong oleh berita utama Covid di China dan kebijakan bank sentral di AS dan Eropa," kata analis UBS Giovanni Staunovo.
Persediaan minyak mentah AS turun 6,4 juta barel pekan lalu, sementara stok bensin dan sulingan naik, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute pada hari Selasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News