Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak melemah pada perdagangan hari ini setelah laporan industri menunjukkan peningkatan tak terduga dalam persediaan minyak Amerika Serikat (AS) di pekan lalu. Hal ini semakin meningkatkan kekhawatiran tentang kebangkitan infeksi Covid-19 yang berpotensi mengurangi permintaan bahan bakar.
Rabu (21/7) pukul 13.40 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman September 2021 turun 36 sen, atau 0,5%, menjadi US$ 68,98 per barel. Ini memberikan sebagian dari kenaikan 1,1% yang terjadi pada sesi sebelumnya.
Setali tiga uang, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman September 2021 juga melemah 0,5%, menjadi US$ 66,84 per barel, setelah naik US$ 1 pada hari Selasa (20/7).
"Pasar telah berada di bawah sedikit tekanan pada perdagangan pagi hari ini setelah laporan persediaan yang bearish dan agak mengejutkan dari API," kata analis ING Economics dalam sebuah catatan, mengacu pada angka mingguan yang dirilis American Petroleum Institute (API).
Berdasarkan data API, stok minyak mentah AS naik 806.000 barel untuk pekan yang berakhir 16 Juli. Sebagai perbandingan, 10 analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan, rata-rata, stok minyak mentah turun sekitar 4,5 juta barel.
Baca Juga: Harga minyak masih turun akibat tekanan permintaan dan pasokan
Investor sedang menunggu data dari Energy Information Administration (EIA) untuk melihat apakah itu mengkonfirmasi ada peningkatan persediaan minyak mentah, yang akan mengakhiri penurunan persediaan selama delapan minggu berturut-turut.
"Hari ini harga bergerak dan kemungkinan besok juga akan didorong oleh data stok minyak AS, tetapi tema terbesar adalah kesepakatan OPEC+ untuk menambah 400.000 barel per hari per bulan versus apakah permintaan akan bertahan mengingat apa yang kita lihat pada varian Delta," kata analis Commonwealth Bank Vivek Dhar.
Kesepakatan oleh OPEC+, untuk meningkatkan pasokan sebesar 400.000 barel per hari setiap bulan dari Agustus hingga Desember memicu aksi jual harga minyak pada hari Senin (19/7). Hal ini diperburuk oleh kekhawatiran permintaan dengan kasus varian Delta yang meningkat di pasar utama seperti AS, Inggris, dan Jepang.
Sementara permintaan bahan bakar telah meningkat selama bulan-bulan puncak musim panas, lonjakan kasus varian Delta COVID-19 berdampak pada prospek permintaan.
"Ketakutan terhadap varian Delta memiliki cengkeraman yang agak kuat dari sentimen pasar minyak, telah menimbulkan tanda tanya besar atas narasi rebound permintaan beberapa minggu terakhir," kata Vandana Hari, Energy Analyst di Vanda Insights.
Baca Juga: Tengah siang, harga emas spot bergerak di US$ 1.808,79 per ons troi
"Minyak mentah mungkin sedikit naik dalam beberapa hari mendatang, tetapi sulit untuk melihat harga melonjak ke orbit yang lebih tinggi dalam waktu dekat," tambah Hari.
Meskipun permintaan global diperkirakan rata-rata 99,6 juta barel per hari (mbd) pada Agustus, naik 5,4 juta barel dari April, "kami hanya melihat permintaan kuartal IV-2021 memulihkan 330.000 tambahan lainnya vs baseline 2019 yang dinormalisasi karena cuaca yang lebih dingin mulai terjadi di belahan bumi utara dan musim liburan puncak sudah berlalu," ungkap analis di JP Morgan dalam sebuah catatan.
Selanjutnya: PPKM diperpanjang, simak saham pilihan RHB Sekuritas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News