Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kembali mendaki naik pada awal pekan ini. Penguatan harga minyak didukung ancaman gangguan produksi Amerika Serikat (AS) akibat badai tropis, rilisnya data ekonomi terbaru China, dan serangan terhadap lokasi penyimpanan bahan bakar Rusia.
Berdasarkan data Trading Economics, harga minyak berada di US$ 68,56 per barel pada Senin (9/9) pukul 12.09 WIB. Harga itu naik 1,32% dari hari sebelumnya.
Research and Development ICDX Yoga Tirta mengatakan, ancaman badai tropis terbaru berpotensi mengganggu aktivitas produksi di sekitar Pantai Teluk AS, yang menyumbang sekitar 60% dari kapasitas penyulingan di AS.
Turut mendukung pergerakan harga lebih lanjut, dalam laporan terbaru Biro Statistik Nasional (NBS) menunjukkan Indeks Harga Konsumen China bulan Agustus tumbuh 0,6% dari periode sama tahun lalu, dan naik 0,4% dibanding bulan sebelumnya. Sementara Indeks Harga Produsen dilaporkan turun 1,8% pada bulan Agustus.
"Data tersebut mengindikasikan bahwa permintaan domestik khususnya sektor ritel China telah membaik di tengah deflasi yang masih terus berlanjut," tulisnya dalam riset, Senin (9/9).
Baca Juga: Harga Minyak Rebound dari Level Terendah Dalam 14 Bulan
Sentimen positif lainnya, pasukan militer Ukraina telah menyerang lokasi penyimpanan bahan bakar di distrik Volokonovsky dekat wilayah perbatasan pada hari Minggu. Di hari yang sama, kementerian pertahanan Rusia mengatakan bahwa pasukan Rusia telah berhasil menguasai penuh kota Novohrodivka, sebuah kota di Ukraina timur.
Sementara itu, proposal gencatan senjata Gaza yang lebih rinci dan memuaskan Israel maupun Hamas, akan diselesaikan dalam beberapa hari ke depan, kata Direktur CIA William Burns sekaligus kepala negosiator AS pada hari Sabtu.
Burns menambahkan bahwa 90% isi proposal telah disetujui, sehingga diharapkan dari kedua belah pihak akan bersedia untuk maju menyelesaikan 10% sisanya.
Melihat dari sudut pandang teknis, harga minyak berpotensi menemui posisi resistance terdekat di level US$ 71 per barel.
"Namun, apabila menemui katalis negatif maka harga berpotensi turun ke support terdekat di level US$ 66 per barel," tutup Yoga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News