kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga minyak menguat setelah anjlok 5,71%


Jumat, 24 Mei 2019 / 18:54 WIB
Harga minyak menguat setelah anjlok 5,71%


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak pada perdagangan hari ini cenderung menguat, setelah kemarin harga komoditas energi ini melorot hampir 6%. Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (24/5) pukul 18.43 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2019 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 58,71 per barel, menguat 1,38% ketimbang harga penutupan kemarin pada US$ 57,91 per barel.

Dalam sepekan, harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) ini turun 6,69%. Kemarin, harga minyak WTI telah melorot 5,71%. Analis Global Kapital Investama, Alwi Assegaf mengatakan harga minyak sekarang menguat karena faktor teknikal.

Sedangkan harga minyak brent untuk pengiriman Juli 2019 di ICE Futures hari ini naik 1,52% ke US$ 68,79 per barel. Kemarin, harga minyak acuan internasional ini turun 4,55% dalam sehari.

Alwi berpendapat, sebetulnya sentimen geopolitik antara Iran, Arab Saudi, dan Amerika Serikat (AS) sedikit membantu penguatan teknikal harga minyak. Dia menambahkan, pekan ini harga minyak cenderung melemah akibat bayang-bayang ketegangan dagang AS-China. 

Belakangan perang dagang cenderung merugikan China. Kebijakan AS yang memboikot perusahaan teknologi asal China, yakni Huawei Technologies Inc masuk ke negeri Paman Sam. AS akan menambah daftar hitam perusahaan Chnia. 

Rabu (22/5) AS berencana mencekal perusahaan video China Hikvision. Tak berhenti sampai di sana, AS membujuk Korea Selatan untuk mengikuti boikot Huawei. “Ketegangan dagang ini membuat ekonomi China melemah buat permintaan minyak atas minyak berkurang,” kata Alwi kepada Kontan.co.id, Jumat (24/5).

Ia menambahkan, sebagai balasan China mulai mengurai impor minyak AS. Situasi bertambah panas, ketika kemarin Energy Information Administration (EIA) melaporkan kenaikan cadangan minyak AS sebesar 4,7 juta barel. Laporan itu bahkan menjadi yang tertinggi sejak Juni 2017. “Jadi supply meningkat tapi permintaan berkurang,” tutur Alwi.

Ke depan harga komoditas ini sepertinya masih banyak mendapatkan ujian. Kebijakan pemangkasan produksi minyak oleh Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan non-OPEC akan berakhir bulan depan.

Selanjutnya organisasi eksportir minyak ini bakal bertemu kembali pada Juni guna mempertimbangkan kelanjutan pemangkasan produksi 1,2 per barel di semester II tahun ini. Namun, Rusia memberikan sinyal akan keluar dari kebijakan tersebut bila tetap berlanjut.

Kata Alwi, jika benar Rusia keluar maka harga minyak bisa terkoreksi lagi. Apalagi potensi yang ada Rusia bakal meningkatkan produksi minyak. Di sisi lain, potensi rebound selanjutnya datang dari konflik Timur Tengah serta sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela.

Secara tenikal Alwi mengamati indikator moving average (MA)10 dan MA55 menunjukkan tren bearish jangka pendek dan menengah. Sementara, relative strength index (RSI) berada di level 50 yang menunjukkan arah jual yang kuat. Kemudian, stochastic masih bearish sudah masuk ke area oversold, kemungkinan akan turun terbatas.

Di sisi lain, moving average convergance divergence (MACD) melai bergerak bearish tapi potensi sell bergerak balik masih ada.

Alwi mengamati, secara keseluruhan harga minyak melemah terbatas. Adapun untuk perdagangan Senin (27/5) ia meramal harga minyak akan diperdagangkan di rentang US$ 52,48-US$ 60,62 per barel. Selanjutnya dalam sepekan di rentang US$ 49,48-US$ 63,05 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×