Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kembali memanas dan mencapai level tertinggi baru tahun 2019. Selasa (2/4) pukul 7.35 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei 2019 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 61,87 per barel.
Harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) ini menguat 0,45% ketimbang harga kemarin yang ada di US$ 61,59 per barel. Harga minyak WTI menguat dalam tiga hari perdagangan berturut-turut dan mencapai level tertinggi tahun 2019.
Harga minyak WTI hari ini adalah level tertinggi sejak 9 November. Harga minyak brent untuk mencapai level tertinggi sejak 13 November 2018 pada hari ini.
Harga minyak brent untuk pengiriman Juni 2019 di ICE Futures pagi ini berada di US$ 69,28 per barel, naik 0,39% ketimbang hari sebelumnya yang berada di US$ 69,01 per barel.
Harga minyak acuan internasional ini melonjak 2,12% pada penutupan perdagangan kemarin. "Ini merupakan efek dari data PMI manufaktur China dan AS, dua ekonomi terbesar, dan menyebabkan pasar bullish," kata John Kilduff, partner Again Capital Management kepada Reuters.
Kilduff mengatakan, tantangan terbesar harga minyak adalah data ekonomi yang memburuk. Sentimen ini berkurang seiring dengan rilis data manufaktur.
Sekadar informasi, sektor manufaktur China secara tak terduga kembali ekspansi untuk pertama kalinya pada Maret, dalam empat bulan terakhir. Manufaktur AS pun mencapai level yang lebih tinggi daripada ekspektasi pasar. Membaiknya sektor ini mampu mengimbangi sentimen negatif penjualan ritel Februari.
Polling Reuters menunjukkan, analis mulai memandang optimistis pasar minyak. Para analis dalam polling memperkirakan, harga minyak brent rata-rata tahun ini akan berada di US$ 67,12 per barel. Ini adalah kenaikan prediksi pertama dalam lima bulan terakhir.
"Pasar energi yang bullish ini memasuki bulan keempat, dan tampaknya bisa berlanjut," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates kepada Reuters.
Harga minyak pun terdongkrak oleh sanksi AS atas Iran dan Venezuela, serta pemangkasan produksi OPEC+. Menurut survei Reuters, produksi minyak OPEC turun sebesar 280.000 barel per hari menjadi 30,4 juta barel per hari di bulan Maret. Ini adalah level produksi terendah sejak 2015.
Pemerintah AS menginstruksikan broker minyak dan perusahaan penyulingan untuk memangkas pembelian dari Venezuela atau bisa menghadapi sanksi. Menurut sumber Reuters, AS juga mendorong Malaysia dan Singapura untuk lebih hati-hati memeriksa minyak Iran di wilayah perairan kedua negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News