Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Tahun lalu batubara menjadi salah satu komoditas energi yang diunggulkan. Tetapi memasuki tahun ini sepanjang kuartal-I harga batubara berada dalam area pelemahan.
Berdasarkan data Bloomberg, harga batubara di bursa ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman Mei 2019 melemah 12,96% selama kuarta-I 2019 di level US$ 84,90 per metrik ton pada Senin (1/4).
Analis Central Capital Futures, Wahyu Tribowo Laksono menilai pengurangan permintaan batubara oleh China terhadap Australia pada kuartal-I menjadi batu sandungan terbesar, seiring perjanjian perang dagang AS-China yang masih memanas.
Pada awal tahun ini bea cukai pelabuhan Dalian di China utara telah melarang impor batubara dari Australia. Tak hanya itu, pelabuhan tersebut juga akan membatasi impor batubara secara keseluruhan yang mencapai 12 juta ton pada 2019.
Ada lima pelabuhan yang diawasi oleh kepabean Dalian, yakni Dalian, Bayuquan, Panjin, Dandong dan Beiliang yang tidak akan mengizinkan masuknya impor batubara dari Australia.
Penurunan ekspor batubara Australia terus berlangsung hingga saat ini. Tercatat pada 17 Maret 2019 ekspor batubara dari Australia ke China hanya sebesar 2,5 juta ton batubara yg biasanya mencapai 13-20 juta ton.
Di sisi lain, Morgan Stanley memotong prakiraan produksi batubara pada 2019. Kabarnya impor batubara China lebih rendah. Kebijakan impor China diperkirakan akan terus disesuaikan berdasarkan output dan harga batubara. Di mana diperkirakan turun 17 juta ton menjadi 200 juta ton sepanjang tahun ini.
Pada kuartal-II harga batubara masih akan cenderung melemah. Di mana kemungkinan gas alam lebih mendominasi energi ketika harga minyak terus-menerus menguat. “Batubara mulai akan tergantikan oleh gas alam seiring program pengurangan emisi CO2,” tutur Wahyu kepada Kontan, Senin (1/4).
Di sisi lain, masih ada katalis positif bagi komoditas ini. Pasalnya permintaan akan batubara masih cukup baik dari negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Thailand, Vietnam, dan Filipina, untuk mengembangkan sektor industri yang membutuhkan batubara. Ditambah negara-negara di Asia Timur juga mengekspor batubara, khususnya batubara berkalori tinggi yang menghasilkan panas maksimum yang dibutuhkan oleh industri baja nirkarat.
Tingginya permintaan batubara termal oleh India diperkirakan akan meredam permintaan batubara yang lebih rendah oleh China. Ia memperkirakan bahwa India masih mengimpor batubara termal secara masif karena hanya mampu menghasilkan batubara berkalori rendah dengan kandungan abu sulfur yang tinggi yang merusak lingkungan.
Pada kuartal selanjutnya Wahyu memprediksi pergerakkan harga batubara akan berada di level US$ 70-US$ 100 per metric ton. Dengan potensi rebound pada kuartal-III.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News