Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak tergelincir pada awal perdagangan hari Jumat (19/4) karena data pekerjaan Amerika Serikat (AS) menunjukkan kenaikan suku bunga lebih lama dan meredanya ketegangan di Timur Tengah mengurangi kekhawatiran pasokan.
Selain itu, pasar sebagian besar mengabaikan sanksi terhadap Venezuela dan Iran.
Melansir Reuters, harga minyak Brent turun 23 sen atau 0,3% menjadi US$86,88 per barel pada pukul 00.37 GMT. Sedangkan, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 25 sen menjadi US$82,48 per barel, juga turun 0,3%.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Bertahan Mendekati Level Terendah 3 Minggu pada Kamis (18/4)
Jumlah orang AS yang mengajukan klaim pengangguran baru tidak berubah pada tingkat yang rendah pada minggu lalu, menunjukkan berlanjutnya penguatan pasar tenaga kerja.
Hal ini memperkuat pandangan bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama, yang dapat mengurangi permintaan minyak.
Sementara itu, Bank Sentral Eropa mengindikasikan bahwa penurunan suku bunga akan dilakukan pada bulan Juni.
Sementara di China, importir minyak terbesar dunia, pejabat bank sentral mengatakan bank sentral tersebut dapat mengambil langkah lebih lanjut untuk mendukung perekonomian ketika permintaan kredit riil melemah.
Dalam pasokan minyak mentah global, Venezuela kehilangan izin utama AS yang mengizinkan anggota OPEC mengekspor minyak ke pasar global.
AS juga mengumumkan sanksi terhadap Iran, anggota OPEC lainnya, setelah serangan pesawat tak berawak negara tersebut terhadap Israel akhir pekan lalu.
Namun sanksi yang terakhir ini mengecualikan industri minyak Iran.
Baca Juga: Jauh dari Target, Produksi Minyak Indonesia Cuma 576.000 Barel Per Hari
Membantu meringankan penurunan harga minyak mentah, Goldman Sachs pada hari Kamis merevisi perkiraan harga minyak mentah Brent.
Di man memproyeksikan US$86 untuk paruh kedua tahun 2024, naik dari US$85 sebelumnya dan US$82 untuk tahun 2025, naik dari US$80.
"Goldman Sachs memperkirakan harga akan berkonsolidasi dalam beberapa bulan mendatang karena peningkatan yang didorong oleh permintaan dari penurunan persediaan Q3 mengimbangi moderasi dalam premi risiko," kata analis Goldman dalam sebuah catatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News