kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.290.000   -15.000   -0,65%
  • USD/IDR 16.653   -5,00   -0,03%
  • IDX 8.164   -20,19   -0,25%
  • KOMPAS100 1.136   -7,73   -0,68%
  • LQ45 832   -5,41   -0,65%
  • ISSI 282   -1,61   -0,57%
  • IDX30 437   -3,69   -0,84%
  • IDXHIDIV20 503   -5,62   -1,10%
  • IDX80 128   -0,88   -0,68%
  • IDXV30 136   -1,98   -1,44%
  • IDXQ30 139   -1,42   -1,01%

Harga Minyak Dunia Naik Tipis di Tengah Rumor Serangan AS ke Venezuela


Sabtu, 01 November 2025 / 06:26 WIB
Harga Minyak Dunia Naik Tipis di Tengah Rumor Serangan AS ke Venezuela
Pemandangan menunjukkan sebuah dongkrak pompa minyak di luar Almetyevsk di Republik Tatarstan, Rusia, 4 Juni 2023. REUTERS/Alexander Manzyuk


Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - HOUSTON. Harga minyak dunia ditutup sedikit menguat pada akhir pekan, Jumat (31/10/2025), setelah mengalami perdagangan yang fluktuatif menyusul munculnya laporan media bahwa Amerika Serikat akan melancarkan serangan udara ke Venezuela. 

Namun, kenaikan itu segera menurun setelah Presiden AS Donald Trump membantah kabar tersebut melalui media sosial.

Mengutip data perdagangan, harga minyak mentah Brent naik tipis 7 sen atau 0,11% menjadi US$ 65,07 per barel, sementara minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) naik 41 sen atau 0,68% menjadi **US$60,98 per barel.

“Apakah ini ‘trik atau perlakuan’ dari Donald Trump?” kata Phil Flynn, analis senior Price Futures Group, menyindir pergerakan harga yang liar. 

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Tipis, Tertahan oleh Lonjakan Stok AS

Ia mengingatkan bahwa awal tahun ini Trump juga sempat membantah rencana serangan ke Iran, namun beberapa hari kemudian justru melancarkan serangan udara terhadap negara itu.

Flynn menambahkan, kabar soal potensi serangan ke Venezuela sempat membuat pasar bereaksi kuat. “Jika serangan benar terjadi akhir pekan ini, harga minyak bisa melonjak tajam pada Senin,” ujarnya.

Ketegangan meningkat setelah AS mengerahkan gugus tugas angkatan laut yang dipimpin kapal induk terbesar mereka, USS Gerald Ford, di lepas pantai Venezuela. Langkah ini disebut jauh melebihi kebutuhan operasi melawan penyelundup narkoba di kawasan Karibia yang selama ini menjadi alasan resmi Washington.

Menurut John Kilduff, mitra di Again Capital LLC, pergerakan itu memicu spekulasi di pasar. “Bagi para trader minyak, ini situasi klasik: beli dulu, baru cari tahu kemudian,” ujarnya.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik di Tengah Rencana Penambahan Stok, Ini Penyebabnya

Sementara itu, penguatan dolar AS ke level tertinggi tiga bulan terhadap mata uang utama membuat komoditas berdenominasi dolar seperti minyak menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain.

Dari sisi pasokan, sumber Reuters menyebut Arab Saudi berpotensi menurunkan harga jual minyak untuk pembeli Asia pada Desember ke level terendah dalam beberapa bulan terakhir, menandakan sentimen bearish di pasar. 

Tekanan juga datang setelah survei resmi menunjukkan aktivitas manufaktur China menyusut selama tujuh bulan berturut-turut pada Oktober.

Secara bulanan, harga minyak Brent dan WTI masing-masing turun 2,6% dan 2% sepanjang Oktober, seiring peningkatan produksi oleh OPEC dan negara non-OPEC. Tambahan pasokan ini dinilai dapat meredam dampak sanksi Barat terhadap ekspor minyak Rusia ke China dan India.

Survei Reuters memperkirakan harga minyak Brent akan rata-rata US$ 67,99 per barel pada 2025, naik tipis 38 sen dibandingkan perkiraan bulan lalu. Sementara WTI diperkirakan rata-rata US$64,83 per barel, sedikit lebih tinggi dari estimasi September.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Kamis (29/5) Pagi, Brent ke US$65,71 dan WTI ke US$62,62

Menjelang pertemuan OPEC+ pada Minggu, sejumlah sumber menyebut kelompok produsen minyak itu cenderung menambah produksi secara moderat pada Desember. Namun Kilduff menilai, sebagian besar anggota OPEC+ selain Arab Saudi tidak memiliki kapasitas tambahan yang berarti.

“Tidak banyak yang bisa mereka tambahkan, kecuali dari Saudi,” katanya. Data Joint Organization Data Initiative (JODI) mencatat ekspor minyak mentah Saudi pada Agustus mencapai 6,407 juta barel per hari*, tertinggi dalam enam bulan.

Di sisi lain, laporan U.S. Energy Information Administration (EIA) menunjukkan produksi minyak AS mencapai rekor 13,6 juta barel per hari pekan lalu.

Trump juga menyatakan bahwa China telah sepakat memulai pembelian energi dari AS, termasuk rencana besar pembelian minyak dan gas dari Alaska. Namun, sejumlah analis masih meragukan kesepakatan itu akan berdampak signifikan terhadap permintaan energi AS dari China.

Selanjutnya: RISE & RUN Jakarta 2025: Run The City – Feel The Pulse

Menarik Dibaca: Resep Sate Padang Autentik dari Daging & Lidah Sapi Kaya Rempah, Moms Wajib Coba

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×