Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak melonjak sekitar 3% pada hari Rabu (27/9), setelah stok minyak mentah Amerika Serikat (AS) turun lebih dari yang diperkirakan. Kondisi ini menambah kekhawatiran akan ketatnya pasokan di tengah pemangkasan produksi OPEC+.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent menembus US$97 per barel dan diperdagangkan naik US$2,55 menjadi US$96,51 per barel.
Sedangkan, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik US$3,16 menjadi US$93,54. Kedua patokan tersebut menyentuh level tertinggi dalam perdagangan intraday untuk tahun ini.
Baca Juga: Harga Emas Spot Turun 3 Hari Beruntun, Kini Berada di Level US$1.875,79
Stok minyak mentah AS turun 2,2 juta barel minggu lalu menjadi 416,3 juta barel. Dibandingkan dengan ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 320.000 barel.
Stok minyak mentah di pusat penyimpanan utama Cushing, Oklahoma dan titik pengiriman minyak mentah AS, turun 943.000 barel pada minggu ini menjadi di bawah 22 juta barel, terendah sejak Juli 2022.
"Berita besarnya adalah penyimpanan di Cushing. Dan itu menyebabkan seluruh kompleks menguat. Kekhawatiran terbesar bagi para pedagang adalah Cushing mendekati posisi terendah operasional multi-bulan. Itu adalah kekuatan bullish untuk harga minyak mentah," kata Dennis Kissler, senior vice president of trading di BOK Financial dilansir dari Reuters.
"Pasar sudah jenuh beli dan sebuah koreksi pasti diperlukan," tambah Kissler.
Stok di Cushing telah turun mendekati level terendah dalam sejarah karena permintaan penyulingan dan ekspor yang kuat. Ini memicu kekhawatiran mengenai kualitas minyak yang tersisa di pusat tersebut dan potensi untuk jatuh di bawah level operasi minimum.
Baca Juga: Wall Street: S&P Ditutup Naik Tipis Dibayangi Kenaikan Imbal Hasil US Treasury
Penurunan stok minyak mentah AS terjadi karena Arab Saudi dan Rusia - sebagai bagian dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+ - telah memperpanjang pengurangan produksi sukarela sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun ini, yang mengkhawatirkan pasar tentang ketatnya pasokan menuju musim dingin.
"Sampai keputusan untuk meningkatkan produksi dibuat, pasar energi global akan tetap ketat," kata Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank.
Kurangnya pasokan cadangan tercermin di ujung depan kurva harga, katanya, karena premi untuk barel untuk pengiriman jangka pendek WTI telah mencapai hampir US$2 per barel dibandingkan dengan premi untuk bulan depan.
Berpotensi menambah ketatnya pasokan, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pemerintahnya untuk memastikan harga bahan bakar eceran stabil setelah lonjakan yang disebabkan oleh peningkatan ekspor.
Menanggapi hal ini, wakil perdana menterinya mengatakan bahwa ada proposal untuk membatasi ekspor bahan bakar abu-abu, atau pembelian produk minyak untuk penggunaan domestik yang diekspor sebagai gantinya.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Bisa Tembus Level US$ 100 per Barel pada Akhir 2023, Ini Alasannya
Pemerintah minggu lalu memberlakukan larangan sementara ekspor bensin dan diesel ke sebagian besar negara untuk menstabilkan pasar domestik, meskipun kemudian melonggarkan pembatasan.
Dampak dari ketatnya suplai global dapat dikurangi jika suku bunga membatasi permintaan.
Dalam sebuah sinyal hawkish di AS, Presiden Federal Reserve Bank Minneapolis Neel Kashkari mengatakan bahwa masih belum jelas apakah bank sentral telah selesai menaikkan suku bunga.
Suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News