Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia berbalik menguat setelah pembahasan plafon utang Amerika Serikat (AS) rampung. Fokus pasar saat ini beralih tertuju kepada rencana pemangkasan produksi oleh OPEC.
Founder Traderindo.com Wahyu Triwibowo Laksono melihat bahwa isu terdekat yang mempengaruhi harga minyak dunia adalah sentimen dari AS terkait kesepakatan plafon utang.
Perkembangan terbaru, pemangku kepentingan AS telah mengesahkan undang-undang plafon utang negara pada Sabtu (3/6) waktu setempat.
Adanya persetujuan untuk menaikkan batas utang negara menjadi US$ 31,4 triliun dan menangguhkan batas utang hingga 2025 telah memperbaiki situasi global. Sebelumnya kondisi pasar gonjang-ganjing di tengah ancaman gagal bayar utang AS.
Baca Juga: Harga Minyak Melonjak di Akhir Pekan Akibat Potensi Pengurangan Produksi OPEC+
Kepastian dari AS selamat dari gagal bayar tersebut kemudian menguatkan kembali wallstreet yang memicu harga minyak dunia naik. Namun, dolar AS masih dalam tren naik yang membuat sejumlah mata uang foreign exchange (FX) serta emas tertekan.
Secara spesifik, Wahyu menjelaskan, lemahnya permintaan akibat situasi global yang memburuk telah mengakibatkan harga minyak dunia anjlok dalam beberapa hari terakhir, sebelum akhirnya berbalik menguat (rebound) saat kesepakatan plafon utang AS disetujui.
Mengutip Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS per 2 Juni 2023 ditutup di level US$ 71,74 per barel. Harga minyak acuan AS ini menguat sekitar 2,34% dari sehari sebelumnya yang berada di level US$ 70.10 per barel. Namun dalam sepekan harga minyak terkoreksi sekitar 1,28%.
Wahyu menyebutkan, fokus investor saat ini beralih ke pertemuan yang diadakan pada hari ini, Minggu (4/6) oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Stabil, Senin (29/5): Brent ke US$76,75 dan WTI ke US$72,58
Dalam pertemuan tersebut, para menteri dari negara penghasil minyak utama akan memutuskan kemungkinan pemotongan produksi lebih lanjut untuk mendukung pendapatan anggota OPEC.
“Kemungkinan OPEC+ menerapkan pengurangan produksi,” ujar Wahyu saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (4/6).
Wahyu mengatakan, ancaman resesi ekonomi AS dan lemahnya pertumbuhan ekonomi China masih jadi sentimen negatif utama yang memicu persepsi atau antisipasi melemahnya permintaan.