Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak turun sekitar 2% pada hari Senin (2/10) ke level terendah tiga minggu karena kontrak Brent dengan harga yang lebih tinggi berakhir, dolar AS menguat dan para pedagang mengambil keuntungan.
Dipicu oleh khawatir akan meningkatnya suplai minyak mentah dan tekanan terhadap permintaan dari suku bunga yang tinggi.
Melansir Reuters, pada hari pertama di bulan depan, harga minyak Brent untuk pengiriman Desember ditutup US$1,49 atau 1,6% lebih rendah pada US$90,71 per barel.
Atau turun sekitar 5% dari harga kontrak November yang berakhir pada hari Jumat. Ini adalah penurunan persentase harian terbesar Brent untuk kontrak berjangka sejak awal Mei.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun US$1,97 atau 2,2% menjadi US$88,82 per barel.
Para analis mengatakan bahwa beberapa trader mengambil keuntungan setelah harga minyak mentah naik hampir 30% ke level tertinggi dalam 10 bulan di kuartal ketiga.
Baca Juga: Wall Street: S&P 500 Berakhir Datar Senin (2/10), Fokus pada Prospek Suku Bunga
Sebelum penurunan harga minyak mentah yang dimulai pada 28 September, spekulan AS meningkatkan posisi net long berjangka dan opsi mereka di New York Mercantile dan Intercontinental Exchanges ke level tertinggi sejak Mei 2022, menurut Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS.
"Sangat mungkin bahwa aksi ambil untung oleh para spekulan saat ini memainkan peran (dalam penurunan harga baru-baru ini) dan akan berhenti membebani pasar seiring berlalunya waktu," analis di perusahaan konsultan energi Gelber and Associates mengatakan dalam sebuah catatan.
Pada hari Senin, dolar AS naik ke level tertinggi 10 bulan terhadap sekeranjang mata uang lainnya setelah pemerintah AS menghindari shutdown parsial.
Selain itu, data ekonomi mendorong ekspektasi bahwa Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Suku bunga yang lebih tinggi bersama dengan dolar yang lebih kuat, yang membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lain, dapat mengurangi permintaan minyak.
Baca Juga: Begini Perhitungan Potensi Kenaikan Inflasi Akibat Harga Minyak yang Mendidih
"Prospek global dengan cepat berubah menjadi lebih buruk dan hal ini mendorong perdagangan dolar kembali dan membebani prospek permintaan minyak mentah," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA, mencatat bahwa kenaikan imbal hasil obligasi juga menekan harga minyak mentah.
Di Eropa, data manufaktur menunjukkan zona euro, Jerman, dan Inggris masih terperosok ke dalam penurunan di bulan September.
Di China, importir minyak terbesar di dunia, Bank Dunia mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5,1%, tetapi memangkas prediksinya untuk tahun 2024, dengan alasan pelemahan yang terus-menerus di sektor properti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News