Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah pekan ini terus menguji level tertinggi meski gagal menjelang akhir pekan. Jumat (5/4) pukul 7.17 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei 2019 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 62,08 per barel, turun tipis 0,03% dari harga penutupan kemarin pada US$ 62,10 per barel.
Harga minyak brent untuk pengiriman Juni 2019 di ICE Futures pun turun 0,27% ke US$ 69,21 per barel ketimbang harga kemarin pada US$ 69,40 per barel. Meski turun, harga minyak acuan internasional ini masih menguat 2,41% secara mingguan. Hal serupa tampak pada minyak WTI yang naik 3,24% dalam sepekan ini.
Kemarin, harga minyak brent gagal bertahan setelah sempat menyentuh level US$ 70 per barel. Kenaikan harga minyak ini terjadi di tengah pengetatan pasokan global yang melewati penambahan produksi minyak Amerika Serikat (AS).
"Ada bias terhadap kenaikan harga akibat pembatasan suplai. Tapi, ada ekspektasi kenaikan permintaan setelah angka PMI China dan AS menguat, diiringi oleh potensi kesepakatan dagang kedua negara," kata Michael McCarthy, chief market strategist CMC Markets kepada Reuters.
Caixin/Markit PMI sektor jasa China naik menjadi 54,4, tertinggi sejak Januari 2018 dan naik dari bulan Februari yang hanya 51,1.
Sementara msuim pemeliharaan pabrik penyulingan mulai berakhir. Ini akan mengerek permintaan minyak mentah. "Pasar fisik minyak sangat kuat dan kemungkinan ini akan diikuti oleh harga yang mendatar," kata Virendra Chauhan, analis minyak Energy Aspects di Singapura.
Tapi, harga minyak masih tertahan. "Selain data PMI China, data ekonomi global lainnya masih tidak bagus," kata John Kilduff, partner Again Capital. Indikator ekonomi global yang bearish termasuk pesanan pabrik di Jerman, membatasi kenaikan harga.
Pesanan industri Jerman turun pada Februari dengan tingkat paling tajam dalam lebih dari dua tahun. Pesanan terpukul oleh penurunan permintaan asing, menambah kekhawatiran bahwa ekonomi terbesar Eropa ini mengawali tahun 2019 dengan kinerja buruk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News