Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak merosot di perdagangan awal pekan karena melonjaknya kasus virus corona varian Omicron di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Hal tersebut memicu kekhawatiran investor bahwa pembatasan baru untuk memerangi penyebarannya dapat mengurangi permintaan bahan bakar.
Senin (20/12), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Februari 2022 ditutup turun 2,7% ke US$ 71,52 per barel.
Setali tiga uang, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Februari 2022 ditutup anjlok 3,7%, menjadi US$ 68,23 per barel.
Brent jatuh ke sesi terendah pada US$ 69,28 per barel, dan WTI sempat merosot ke US$ 66,04 per barel, keduanya level terendah sejak awal Desember silam.
Baca Juga: Harga Minyak Ambles 3%, WTI ke US$ 68,77 Per Barel pada Tengah Hari Ini (20/12)
"Ini adalah reaksi spontan terhadap proliferasi virus dan ketakutan bahwa penguncian dapat menyebar dengan cepat," kata Andrew Lipow dari Lipow Oil Associates di Houston.
Seperti diketahui, Belanda telah melakukan penguncian pada hari Minggu dan kemungkinan lebih banyak pembatasan Covid-19 diberlakukan jelang liburan Natal dan Tahun Baru membayangi beberapa negara Eropa.
Pejabat kesehatan AS pun mendesak warga Amerika untuk mendapatkan suntikan penguat Covid-19, memakai masker dan berhati-hati jika bepergian selama liburan musim dingin. Ini dilakukan karena varian Omicron mengamuk di seluruh dunia dan akan mengambil alih sebagai jenis yang dominan di Negeri Paman Sam.
Harga minyak pun tetap turun meskipun Moderna Inc mengumumkan pada hari Senin bahwa dosis booster vaksin Covid-19 tampaknya melindungi terhadap varian Omicron, dalam pengujian laboratorium.
Baca Juga: Wall Street Ambles Lebih Dari 1%, Kekhawatiran Omicron Jadi Biang Keladi
Sementara itu, kepatuhan OPEC+ terhadap pengurangan produksi minyak mencapai 117% pada November, naik 1 poin persentase dari bulan sebelumnya, dua sumber dari kelompok tersebut mengatakan kepada Reuters, karena produksi terus tertinggal dari target yang disepakati.
Di AS, perusahaan energi menambahkan rig minyak dan gas alam selama dua minggu berturut-turut.
Jumlah rig minyak dan gas, indikator awal produksi masa depan, naik tiga menjadi 579 dalam pekan yang berakhir 17 Desember. Berdasarkan laporan Baker Huges Co, angka itu mewakili angka tertinggi sejak April 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News