kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Komoditas Melandai, Margin Emiten Tambang Batubara Diproyeksi Menurun di 2023


Rabu, 28 Desember 2022 / 19:19 WIB
Harga Komoditas Melandai, Margin Emiten Tambang Batubara Diproyeksi Menurun di 2023
ILUSTRASI. Harga batubara yang melandai diperkirakan bakal berdampak pada margin emiten pertambangan tahun depan.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pesta berkah batubara diperkirakan bakal usai tahun depan. Harga batubara yang melandai diperkirakan bakal berdampak pada margin emiten pertambangan tahun depan.

Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan memproyeksikan, harga batubara tahun 2023 akan cukup moderat. Proyeksi dia, harga komoditas energi ini akan bergerak di rentang US$ 250 per ton sampai dengan US$ 300 per ton. Ada sejumlah faktor yang membuat harga batubara tidak sekencang tahun ini.

Pertama, China yang cukup agresif dalam meningkatkan produksi batubara dalam negerinya dan mengurangi porsi impor batubara. Kedua,  kemungkinan besar Eropa Barat dapat memenuhi kebutuhan gasnya dari Amerika Serikat (AS) dan Qatar. Ketiga, Indonesia juga menargetkan peningkatan produksi batubara pada 2023, yakni mencapai 694 juta ton.

Melandainya harga komoditas akan bertranslasi pada ekspektasi marjin laba kotor yang tidak setinggi tahun ini. Proyeksi Felix, margin laba kotor untuk PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) akan berada di kisaran 50%, sementara untuk PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) ada di kisaran 43%.

Baca Juga: Rusia Menahan Pasokan Minyak, Ini Rekomendasi Saham Energi

Sebenarnya, berkaca pada kinerja kuartal ketiga, emiten-emiten besar tadi mengalami penurunan margin secara kuartalan. Misalnya margin laba kotor ADRO di kuartal ketiga sebesar 56,5%, menurun dari 60,5% di kuartal kedua 2022.

Margin PTBA bahkan menurun menjadi 30,1% di kuartal ketiga dari sebelumnya 52,0%. Penurunan yang lumayan ini disebabkan eksposur batubara domestik PTBA yang lebih dominan, sehingga kenaikan harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) tidak secepat peers-nya. Penurunan margin ini juga disebabkan tingginya striping ratio yang dilakukan oleh PTBA.

Di sisi lain, Felix mengamini biaya produksi emiten-emiten tambang batubara memang sempat naik karena adanya kenaikan dari harga minyak mentah global yang menyebabkan kenaikan harga diesel. “Namun sebenarnya tidak berdampak signifikan pada margin laba kotor di periode kuartal ketiga 2022,” kata Felix kepada Kontan.co.id, Selasa (27/12).

Baca Juga: Saham Energi Melesat, Masih Bisa Dikoleksi?

Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava masih meyakini harga batubara akan solid ke depan. Kurva harga batubara ke depan menunjukkan adanya kenaikan harga di level US$ 300 per ton, yang mendekati level saat ini.

Di sisi lain, Dileep optimistis margin BUMI tahun depan akan lebih baik dari tahun ini. BUMI telah melunasi semua utang terkait PKPU. Dengan pelunasan ini, BUMI bisa berhemat hingga US$ 200 juta per tahun pada 2023. Lebih lanjut, BUMI juga sedang melakukan efisiensi dengan pengoptimalan biaya secara menyeluruh.

“Penghematan bunga sekitar US$ 200 juta per tahun mulai 2023, volume produksi yang lebih tinggi, dan optimalisasi biaya akan berdampak positif pada margin. Jadi margin (tahun depan) seharusnya lebih tinggi daripada tahun 2022,” kata Dileep.

Adapun biaya produksi tunai  BUMI saat ini berada di kisaran US$ 45 per ton. Naik dan turunnya biaya produksi akan dipengaruhi oleh harga minyak mentah.

Baca Juga: Indeks Sektor Energi Naik 103% Sejak Awal Tahun, Ini 15 Saham dengan Gain Terbesar

Analis Henan Putihrai Sekuritas Ezaridho Ibnutama menilai, profitabilitas emiten sektor batubara kemungkinan akan turun sementara untuk paruh pertama 2023, setelah badan layanan umum (BLU) buatan pemerintah beroperasi.

Pemerintah telah mengusulkan pembentukan entitas baru, yakni BLU, yang mulai beroperasi pada Januari 2023. BLU akan mengenakan pungutan ekspor untuk menyubsidi pembelian batubara PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Skema BLU kemungkinan mampu mengimbangi volume penjualan domestik dan ekspor untuk jangka waktu tertentu. Namun, skema ini kemungkinan besar akan menyebabkan kelebihan pasokan batubara domestik yang akan menurunkan harga batubara domestik dan menurunkan profitabilitas emiten

Baca Juga: IHSG Berpotensi Melanjutkan Pelemahan Pada Perdagangan Kamis (29/12)

Ezar menyematkan rating overweight untuk industri batubara termal Indonesia dengan beberapa pertimbangan. Pertama, perusahaan batubara Indonesia meraup laba dari lonjakan ASP. Kedua, Indonesia menjadi pemasok global yang dapat diandalkan karena produksinya tidak begitu terhalang oleh La Nina, tidak seperti Australia. Ketiga, industri batubara termal Indonesia sudah punya pasar di Asia dan Eropa selama paruh kedua 2022 menyusul ketegangan geopolitik di Eropa

Ezar menjadikan saham PT Indika Energy Tbk (INDY) sebagai pilihan utama alias top picks. Sebab, puncak harga batubara yang terjadi tahun ini akan menurun dan harga batubara akan stabil tahun depan.

“INDY telah mengurangi ketergantungan pada batubara dan berfokus pada bisnis energi hijau, seperti kendaraan listrik (EV),” kata Ezar. Dia merekomendasikan saham INDY dengan target harga Rp 3.700 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×