Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi kompak melanjutkan penurunannya. Berdasarkan data tradingeconomics.com, harga minyak mentah pada Senin (20/3) berada di level US$ 66 per barel, turun dari US$ 80,43 per barel pada Senin (6/3).
Lalu, harga gas alam kini berada di US$ 2,36 per MMBtu, dari US$ 3,16 per MMBtu pada Jumat (3/3). Kemudian, harga batubara kini berada di US$ 173 per ton, dari US$ 198 per ton pada Jumat (3/3).
Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong mengatakan, sebenarnya hampir semua harga komoditas mengalami penurunan. Faktor utamanya berasal dari sentimen risk-off akibat kejatuhan sejumlah bank, seperti Silicon Valley Bank, Signature Bank, dan Credit Suisse.
Baca Juga: Harga Komoditas Energi Kompak Melemah, Simak Prospeknya di 2023
Untuk ke depannya, Lukman memprediksi, harga komoditas energi masih akan tertekan. Selain karena masalah-masalah di atas, musim dingin yang akan segera berakhir juga bakal mengurangi permintaan terhadap energi.
Terlebih lagi, gas alam masih dalam kondisi kelebihan produksi. Lukman memprediksi, harga gas alam di semester 1 2023 akan berkisar di US$ 2 - US$ 2,5 per MMBtu, tetapi berpotensi naik lagi pada musim dingin akhir tahun ke US$ 3 per MMBtu.
Sementara itu, pasokan dan permintaan minyak mentah sebenarnya cukup seimbang. Namun, ada peluang bargain hunting minyak mentah di level US$ 60 per barel.
"Saya melihat dengan harga di US$ 60-an cukup menarik bagi pemerintah Amerika Serikat untuk mengisi kembali cadangan stategis mereka yang berkurang banyak," ucap Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (20/3).
Ia memprediksi, minyak mentah akan berada di kisaran US$ 55-US$ 75 per barel pada semester 1 2023. Sementara sampai akhir tahun ini, prediksi rentang harganya berada di US$ 60-US$ 80 per barel.
Baca Juga: Pasar Saham Dikepung Sentimen Negatif, Berikut Proyeksi IHSG Selama Ramadan
Untuk batubara, tekanannya diperberat oleh penurunan permintaan yang besar, terutama dari China dan Eropa. Pada semester 1 2023, harga batubara diprediksi berada di kisaran US$ 150-US$ 185 per ton
"Akhir tahun batubara masih sangat tergantung China. Apabila ekonominya masih tetap hanya tumbuh 5% dan krisis perbankan meluas, batubara bisa ke US$ 130-US$ 150 per ton," kata Lukman.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menambahkam, kebangkrutan yang terjadi pada SVB, Siganture Bank, dan Credit Suisse membuat perlambatan ekonomi terlihat nyata. Alhasil, kondisi ini membuat investor melalukan aksi profit taking di komoditas energi.
Selain itu, musim dingin akan segera berakhir sehingga terjadi penurunan permintaan energi. China juga melakukan produksi batubara di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan domestiknya sehingga menurunkan permintaan cukup dramatis.
Ibrahim memprediksi, harga minyak mentah berpotensi lanjut turun ke level US$ 60 per barel, lalu berpeluang naik kembali.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Berbalik Melemah, Kekhawatiran di Sektor Bank Berlanjut
Gas alam kemungkinan besar bakal berada di kisaran US$ 2,4-US$ 2,38 per MMBtu. "Akan tetapi, pada akhir tahun berpotensi naik lagi ke level US$ 3,50 per MMBtu karena musim dingin bakal membuat permintaan bertambah," ucap Ibrahim.
Lalu, harga batubara tahun 2023 berpotensi terus turun ke US$ 130 per ton. Meski terkoreksi, harga batubara ini masih cukup tinggi karena harga normalnya berada di US$ 116 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News