kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Harga Komoditas Energi Turun Imbas Meredanya Konflik di Timur Tengah


Selasa, 14 Mei 2024 / 22:16 WIB
Harga Komoditas Energi Turun Imbas Meredanya Konflik di Timur Tengah
ILUSTRASI. Konflik yang mulai mereda di Timur Tengah membuat harga komoditas energi turun.


Reporter: Nadya Zahira | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik yang mulai mereda di Timur Tengah membuat harga komoditas energi turun. Harga minyak dunia, batubara, hingga gas alam terpantau merosot seiring meredanya kekhawatiran dan ketegangan perang antara Israel dan Iran.

Mengutip Trading Economics, Selasa (14/5) sore, harga minyak Brent turun 0,35% ke level US$ 83,07 per barel dan dalam sepekan harganya turun 7,34%. Sementara harga minyak WTI turun 0,36% dan saat ini diperdagangkan di posisi US$ 78,81 per barel.

Harga batubara Newcastle berjangka pada hari Selasa (14/5) juga terpantau turun 1,35% ke level US$ 142 per ton. Dalam sepekan harganya juga turun 1,10%. Kemudian, pada hari ini harga gas alam ikut tercatat turun 2,06% ke level US$ 2,34 per MMBtu. 

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, meredanya konflik geopolitik di Timur Tengah menjadi sentimen utama yang membuat harga komoditas energi menjadi turun. Namun, menurutnya penurunan ini hanya bersifat sementara. 

“Seperti halnya harga minyak WTI dan Brent yang terus mengalami tren penurunan lantaran meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Hal ini menghilangkan kekhawatiran mengenai pasokan dunia, meskipun permintaan tampaknya menurun,” kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Selasa (14/5). 

Sutopo menyebutkan bahwa harga perdagangan minyak dunia baik WTI maupun Brent telah turun lebih dari 9% dari harga tertinggi sebelumnya. Meskipun mungkin ada beberapa pembelian spekulatif.

Baca Juga: BPH Migas Sambut Positif Rencana Pengalihan Subsidi Pertalite ke Pertamax

Meski begitu, dia memprediksi harga minyak akan kembali naik karena didukung oleh peningkatan permintaan di Tiongkok. Data Tiongkok menunjukkan harga konsumen meningkat selama tiga bulan berturut-turut di bulan April, yang mengindikasikan adanya kenaikan permintaan domestik. 

Selain itu, Sutopo mengatakan, ekspektasi bahwa OPEC+ akan memperpanjang pengurangan pasokan hingga paruh kedua tahun ini juga telah mendukung harga minyak. Irak, produsen OPEC terbesar kedua, telah berkomitmen terhadap pengurangan produksi yang disetujui oleh kelompok produsen tersebut. 

“Sedangkan para pedagang tetap memantau perkembangan Timur Tengah,” kata dia. 

Kemudian, sentimen pasar terhadap laporan inflasi AS juga dapat berdampak terhadap harga minyak mentah. Di mana, statistik Indeks Harga Produsen (PPI) dan Indeks Harga Konsumen (CPI) AS yang lemah secara tak terduga bisa meningkatkan spekulasi pelonggaran kebijakan The Fed, yang dapat melemahkan dolar AS dan meningkatkan nilai aset berisiko seperti minyak mentah. 

“Di sisi lain, statistik inflasi yang kuat dapat mematikan ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserve pada bulan Juni atau Juli, yang mungkin menyebabkan dolar AS lebih terapresiasi terhadap minyak mentah,” imbuhnya. 

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Stabil Selasa (14/5) Pagi, Menanti Data Inflasi AS & Laporan OPEC

Sementara untuk harga batubara Newcastle berjangka, Sutopo menjelaskan penurunannya karena perkiraan peningkatan permintaan batubara yang terpenuhi di Tiongkok pada tahun 2024, tidak terlalu besar, imbas stagnasi di sektor properti dan infrastruktur. 

Meskipun demikian, Sutopo memprediksi harga batubara akan kembali stabil didukung oleh penerapan program pembangkit listrik tenaga batubara pada kuartal pertama 2024 ini, yang belum pernah terjadi sebelumnya di India. 

Selain itu, ia mengatakan Tiongkok telah mengalami peningkatan impor batubara pada bulan April, karena adanya penurunan produksi dalam negeri, sehingga mereka meningkatkan stok batubara. Dengan demikian, harga batubara berpotensi untuk kembali menguat. 

Sutopo memproyeksikan harga minyak minyak mentah WTI diperkirakan akan berada di level US$ 81,78 per barel pada akhir kuartal kedua ini, dan pada akhir tahun 2024, diperkirakan akan diperdagangkan di level US$ 85,86 per barel. 

Sedangkan untuk harga minyak Brent diprediksi harganya akan mencapai US$ 83 per barel-US$ 90 per barel pada kuartal kedua 2024. Kemudian, pada akhir tahun, harganya diperkirakan akan berada di level US$ 85 per barel-US$ 95 per barel. 

Sementara itu, harga batubara diperkirakan akan diperdagangkan pada level US$ 145,12 per metrik ton pada akhir kuartal ini, dan US$ 154,10 per metrik ton untuk akhir tahun 2024. 

Baca Juga: Kementerian ESDM Buka Lelang 5 Blok Migas Tahap I Tahun 2024

Selaras dengan hal ini, Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong melihat bahwa harga komoditas energi juga tertekan akibat prospek suku bunga yang masih tinggi terutama dari the Fed. Namun, menurut dia, meski ketiganya adalah komoditas energi, tetapi memiliki kondisi pasokan dan permintaan masing-masing yang berbeda. 

Lukman mengatakan, penurunan harga gas alam sebelumnya dan pada hari ini, Selasa (14/5) karena kapasitas penympanan di Eropa sudah sangat tinggi, sehingga sulit bagi harga gas alam untuk naik lebih tinggi. Dia menilai, harga gas alam walau terkoreksi sebenarnya sudah naik cukup besar dalam sebulan terakhir. 

Ia menuturkan bahwa harga gas alam juga berada di level rendah di Amerika Serikat. Namun, produsen dalam negeri terus optimistis tentang prospek jangka panjang gas sebagai bahan bakar, baik di Amerika maupun di luar negeri.

Kelebihan pasokan gas alam AS saat ini diperkirakan akan mereda dalam beberapa bulan mendatang karena banyak operator yang membatasi produksi sebagai tanggapan atas kemerosotan harga pada Februari lalu. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan AS melihat kemerosotan pasar saat ini sebagai bagian tak terelakkan pada siklus industri.

“Secara fundamental, harga gas alam masih rentan pelemahan. Namun pergerakan mendadak bahkan liar bisa terjadi kapan pun,” ungkapnya.

Lukman memproyeksi, harga gas alam pada akhir kuartal kedua ini akan berada dalam rentang US$ 1,60 per MMbtu-US$ 2,70 per MMBtu. Pada kuartal IV-2024, harga diperkirakan bisa di kisaran US$ 4,00 per MMbtu–US$ 6,00 per MMbtu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×