Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi kompak melemah pada semester I-2023. Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak Brent terkoreksi 9,25% year to date (ytd) menjadi US$ 75,41 per barel per Juni 2023, dari US$ 83,1 per barel pada akhir tahun 2022. Tak jauh berbeda, harga minyak WTI turun 10,99% menjadi US$ 70,64 dari US$ 79,36 per barel.
Selanjutnya, harga gas alam merosot 32,79% ytd menjadi US$ 2,79 dari US$ 4,16 per MMBtu. Sementara itu, harga batubara anjlok hingga 44,62% ytd menjadi US$ 159,25 per ton pada pengujung semester 1, dari US$ 287,55 per ton pada akhir tahun 2022.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf Alwi Assegaf mengatakan, penurunan harga komoditas energi pada paruh pertama 2023 disebabkan oleh meredanya kekhawatiran terhadap gangguan suplai energi. Hal ini sejalan dengan konflik Rusia-Ukraina yang tidak sepanas tahun 2022.
Baca Juga: Menyisir Saham-Saham yang Valuasinya Masih Murah
Kondisi ini membuat negara-negara yang pada mulanya mengalami krisis energi mulai mengisi kembali cadangan energinya. Sebagaimana diketahui, saat konflik Rusia-Ukraina pecah, pasokan energi ke negara-negara Eropa seret akibat adanya penghentian suplai dari Rusia.
Faktor lain penurunan harga energi berasal dari kenaikan suku bunga acuan yang agresif dari bank sentral di dunia yang bertujuan untuk meredam tingginya inflasi. Kenaikan suku bunga acuan ini menghambat prospek pertumbuhan ekonomi global.
"Harga energi mengalami penurunan karena permintaan terhambat jadi intinya ada perlambatan energi global," kata Alwi saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (4/7).
Untuk semester II-2023, Alwi memprediksi harga komoditas energi akan kembali mulai rebound. Pasalnya, kenaikan suku bunga para bank sentral dunia diprediksi sudah mendekati puncaknya.
Dengan begitu, ekonomi global diharapkan dapat mulai bangkit kembali. Pada akhirnya, kondisi ini akan memengaruhi permintaan energi sehingga pergerakan harganya akan cenderung pulih memasuki semester kedua ini.
Alwi menyampaikan, harga minyak mentah merupakan motor bagi energi lainnya karena semua komoditas energi mengekor ke harga minyak. Ia melihat, OPEC+ akan senantiasa mengatur jumlah produksinya untuk menahan harga minyak supaya tidak jatuh terlalu tajam.
"Ekonomi China yang sudah kembali berjalan juga diharapkan dapat meningkatkan permintaan minyak dari China sehingga harga akan terangkat," ucap Alwi.
Baca Juga: Ini 6 Jurus Pemerintah Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi di Semester II 2023
Ia memprediksi, harga minyak Brent di semester 2 2023 dapat kembali ke level US$ 80 per barel, sedangkan minyak WTI di level US$ 78 per barel.
Kemudian, gas alam diperkirakan akan kembali ke level US$ 2,9 per MMBtu dan harga batubara ICE Newcastle ke kisaran US$ 173 per ton.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menambahkan, penurunan harga ketiga komoditas energi tersebut disebabkan oleh kekhawatiran terhadap penurunan permintaan energi. Dolar Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat turut membebani harga energi.
Aktivitas manufaktur AS, Zona Euro, dan China membebani pelemahan harga energi sepanjang semester pertama. Indeks manufaktur ISM AS bulan Juni 2023 secara tak terduga turun 0,9 menjadi 46,0.
Angka ini lebih lemah dari ekspektasi kenaikan menjadi 47,1 dan menjadi laju kontraksi tertajam dalam lebih dari tiga tahun. Selain itu, PMI manufaktur S&P Zona Euro bulan Juni 2023 direvisi turun menjadi 43,4 dari laporan awal 43,6 sehingga menjadi laju kontraksi tertajam dalam lebih dari tiga tahun.
Faktor bearish untuk harga minyak mentah juga berasal dari proyeksi Citigroup yang memprediksi bahwa produksi minyak mentah AS akan memecahkan rekor awal 2020 sebesar 13,1 juta barel per hari pada akhir tahun, kecuali musim badai aktif di Teluk Meksiko. Harga minyak juga terus melemah karena kekhawatiran terhadap permintaan energi China yang lebih lemah.
Produsen minyak dan gas terbesar China, yakni China National Petroleum Corp (CNPC) juga memangkas perkiraan permintaan minyak mentah China 2023. Permintaan minyak mentah China tahun ini diprediksi hanya tumbuh 3,5% menjadi 740 MMT dari perkiraan pertumbuhan sebelumnya yang sebesar 5,1% menjadi 756 MMT.
Tanda lain dari lemahnya permintaan minyak China berasal dari firma analitik Kpler yang melaporkan bahwa stok minyak mentah China naik ke 966 juta bbl pada Mei 2023. Ini merupakan level tertinggi dalam dua tahun dan jauh di atas rata-rata lima tahun sebesar 858 juta bbl.
"Untuk semester ini, harga minyak akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Jika aktifitas manufaktur membaik akan mempengaruhi permintaan kembali," tutur Sutopo.
Sementara itu, harga gas dan batubara bergantung pada musim. Musim panas yang sebagiannya terjadi pada semester 1 2023 menyebabkan turunnya permintaan sehingga ikut melemahkan harga gas alam dan batubara.
Sutopo memperkirakan, minyak mentag akan diperdagangkan pada US$ 72,72 sampai dengan US$ 79,86 per barel pada semester kedua 2023. Kemudian, harga gas alam akan berada di kisaran US$ 2,96-US$ 3,59 per MMBtu, sementara batubara di kisaran US$ 133-US$ 149 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News