Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi cenderung tertekan di tengah pernyataan darurat energi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Tekanan harga berasal dari pasokan dan permintaan yang belum seimbang.
Berdasarkan data Trading Economics, dalam sepekan harga minyak dunia telah turun 3,23% ke US$ 74,83 per barel pada Jumat (24/1) pukul 18.51 WIB. Harga gas alam juga serupa dengan penurunan 2,58% dalam sepekan ke US$ 3,83 per MMBtu.
Adapun harga batubara dalam sepekan menguat 1,57% ke US$ 116,5 per ton. Namun harga tersebut dekat dengan level terendahnya dalam empat tahun di US$ 114 per ton.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menerangkan bahwa pernyataan darurat energi oleh Trump justru mendorong produksi. Ditambah seruan Trump untuk harga minyak yang lebih murah, serta kenaikan harga minyak mentah yang sebelumnya didorong sanksi oleh Biden menjadi terhapuskan.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Stabil Jumat (24/1), Brent ke US$78,35 dan WTI ke US$74,66
Lalu gas alam, penurunan sepekan terakhir seiring dengan ramalan cuaca yang lebih hangat untuk sebulan ke depan.
Di sisi lain, kebijakan pro fosil Trump seharusnya bisa menguntungkan batubara di AS. Namun, pangsa pasar AS yang jauh lebih kecil dari China. Selain itu, tren global ke energi hijau dan terbarukan memberikan tekanan yang lebih besar daripada permintaan.
"Jadi untuk batubara, faktor China masih terpenting," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (24/1).
Pergerakan harga komoditas energi diperkirakan berpotensi melemah. Harga minyak tertekan oleh defisit permintaan, yang diperkirakan pada tahun ini permintaan hanya 103,9 juta barel per hari (bph) dibandingkan pasokan 104,1 juta bph.
"Pasokan belum termasuk normalisasi OPEC+ dan lonjakan produksi Nigeria," sebutnya.
Baca Juga: Trump Pro Energi Fosil, Simak Prospek Sektoralnya yang Unggul Empat Tahun Terakhir
Sedangkan permintaan batubara diperkirakan akan stabil di kisaran 8 miliar ton dengan konsumsi China tetap di 4 miliar ton atau 50% konsumsi global. China sendiri diperkirakan akan memproduksi 3,5 miliar ton hingga 4 miliar ton, yang artinya bisa swasembada atau hanya mengimpor sedikit.
Adapun produksi India diperkirakan sebesar 1 miliar ton. Lalu produksi Indonesia, AS, dan Australia sebesar 500 juta ton-600 juta ton.
Untuk gas alam, produksi diperkirakan masih tetap akan tinggi dan naik. AS diperkirakan memproduksi sebesar 2,8 miliar kubik meter per hari (bcm/d), Russia 1,8-2 miliar bcm, Iran 1,7-1,8 miliar bcm. "Untuk permintaan gas bervariasi dari musim ke musim," sebut Lukman.
Baca Juga: Mirae Asset: Manfaatkan Volatilitas dengan Trading Pendek dan Bantuan AI
Dari berbagai faktor itu, Lukman memperkirakan pada kuartal I 2025 harga minyak mentah dunia akan bergerak di kisaran US$ 70 per barel dan akhir tahun di US$ 60 per barel. Harga batubara diprediksi berada di kisaran US$ 105 per ton-US$ 110 per ton di kuartal I 2025 dan akhir tahun US$ 90 per ton-US$ 100 per ton.
Kemudian gas alam di rentang US$ 3,5 per MMBtu-US$ 3,7 per MMBtu pada kuartal I dan US$ 3,3 per MMBtu-US$ 3.5 per MMBtu di akhir 2025. "Bahkan bisa lebih tinggi di akhir tahun karena memasuki musim dingin," tutup Lukman.
Selanjutnya: BI Buka Peluang Kembali Turunkan Suku Bunga, Ini Pertimbangannya
Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (25/1): Dari Berawan hingga Diguyur Hujan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News