Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
Namun, dengan meredanya ketegangan geopolitik dan melonjaknya persediaan minyak global menjadi 2.7 miliar barel, lonjakan harga minyak bumi akan berangsur normal dan turun ke sekitar US$ 86 sampai US$ 88 per barel pada tahun 2023 dan menurun menjadi US$ 75 sampai US$ 77 per barel pada tahun depan.
“Mungkin ada potensi kenaikan harga minyak jangka pendek karena larangan Uni Eropa atas impor produk minyak bumi dari Rusia melalui laut, tetapi kami masih yakin dengan proyeksi harga minyak kami untuk jangka panjang,” kata Farras kepada Kontan.co.id, Senin (20/2).
Dengan potensi penurunan harga minyak menjadi sekitar US$ 86 sampai US$ 88 per barel, Farras memproyeksikan harga jual rata-rata MEDC akan relatif dekat dengan angka tersebut, tepat di bawah perkiraan Indonesian Crude oil Price (ICP) sebesar US$ 90 per barel.
Baca Juga: Anak Usaha Bumi Resources (BUMI) Ini Targetkan Produksi 53 Juta Ton Batubara
Namun, mengingat fakta bahwa pendapatan dari minyak bumi hanya menyumbang sekitar 40% dari pendapatan MEDC, Farras meyakin penurunan ASP tidak akan menjadi masalah untuk MEDC, karena MEDC disebut akan berusaha meningkatkan lifting minyaknya menjadi 32 mbopd.
Selain itu, menurut Farras blok Corridor akan memberikan potensi produksi gas tambahan untuk MEDC, yang Farras proyeksikan akan memproduksi gas hingga 687 billion british thermal unit per day (bbtud) pada tahun 2023 dengan ASP sebesar US$ 7,4 per mmbtu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News