Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja harga komoditas bergerak fluktuatif sejak awal tahun 2025. Berdasar data Trading Economics, Kamis (22/5) pukul 17.54 WIB, harga komoditas energi bergerak landai terhitung sejak dimulai tahun. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 16% secara year to date (ytd) menjadi US$ 60,43 per barel dan batubara tercatat turun 20% ytd menjadi US$ 100,45 per ton.
Sementara komoditas logam, khususnya logam mulia seperti emas bergerak naik 25% ytd menjadi US$ 3.296 per ons troi. Perak naik lebih dari 10% menjadi US$ 29,63 per ons. Adapun logam industri seperti aluminium turun 3,2% ytd menjadi US$ 2,458 per ton. Khusus timah dan nikel meningkat tipis, dimana timah naik 2,1% menjadi US$ 1.957 per metrik ton dan nikel naik 0,88% menjadi US$ 15,422 per ton.
Baca Juga: Investasi Emas Masih Prospektif, Simak Sentimen yang Masih Menopang Harga Emas
Founder Tradeindo Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, pergerakan harga komoditas ini menggambarkan polarisasi yang cukup jelas. Tekanan pada komoditas energi mengindikasikan adanya kelebihan pasokan dan kekhawatiran permintaan yang menekan harga.
Menariknya, komoditas logam menunjukkan gambaran yang kompleks, dimana logam mulia justru menjadi satu-satunya yang melesat signifikan sejak awal tahun.
“Kinerja yang tidak seragam pada logam industri menunjukkan adanya kelebihan pasokan atau permintaan yang lesu di sektor tertentu. Khusus nikel dan timah, permintaannya lebih stabil dan kendala pasokan yang lebih ketat dibandingkan dengan aluminium,” jelas Wahyu kepada Kontan.co.id, Kamis (22/5).
Wahyu menjelaskan, fluktuasi ini didorong oleh sejumlah sentimen pasar yang saling berkaitan seperti arah kebijakan suku bunga, kekuatan dolar AS, perkembangan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global yang akan berimplikasi pada permintaan dan pasokan global.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga secara tidak langsung akan mendorong kenaikan harga komoditas, seiring dengan melemahnya mata uang AS.
“Karena sebagian besar komoditas diperdagangkan dalam dolar AS. Sehingga pelemahan dolar secara umum mendukung kenaikan harga komoditas, dan sebaliknya,” ujar Wahyu.
Menurut Wahyu, pertumbuhan ekonomi global yang kuat akan mendorong permintaan industri, transportasi, dan konsumsi, yang secara langsung meningkatkan permintaan pada komoditas energi dan logam industri.
Baca Juga: Harga Minyak Dibayangi Sentimen Negatif, Intip Prospeknya untuk Tahun 2025 dan 2026
“Misalnya China sebagai konsumen komoditas terbesar di dunia, khususnya sektor properti atau manufaktur, maka pertumbuhan ekonomi dan arah kebijakan Tiongkok akan sangat berpengaruh terhadap harga komoditas energi dan logam industri,” terang Wahyu.
Meski begitu, Wahyu memandang prospek komoditas energi masih akan tertekan hingga akhir tahun 2025. Minyak WTI tertekan oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang dapat menahan pemulihan permintaan, produksi non-OPEC+, khususnya AS yang masih tinggi dapat menjaga pasokan tetap kuat.
“Kalau untuk batubara diproyeksikan akan melanjutkan tekanan, bahkan mungkin memburuk dalam jangka panjang,” ujar Wahyu.
Sementara prospek logam industri akan sangat ditentukan oleh kesehatan ekonomi global. Terutama sektor manufaktur dan infrastruktur, serta perkembangan transisi energi hijau.
Ke depan, aluminium akan cenderung bearish atau netral. Harga dapat bergerak stabil jika ada stimulus ekonomi yang signifikan di Tiongkok sebagai produsen terbesar. Sementara nikel dan timah akan cenderung bullish moderat.
“Keduanya disokong oleh permintaan global yang diperkirakan akan terus meningkat,” ucap Wahyu.
Terakhir, untuk logam mulia seperti emas dan perak diperkirakan akan tetap melesat atau setidaknya mempertahankan posisinya sebagai komoditas yang unggul hingga akhir tahun 2025, meskipun laju kenaikannya mungkin tidak secepat awal tahun ini.
“Seiring dengan gejolak geopolitik, ketidakpastian ekonomi, dan potensi inflasi yang persisten akan terus mendorong investor mencari safe haven, dan emas adalah pilihan utama,” jelas Wahyu.
Baca Juga: Dukung Hilirisasi Berkelanjutan, Mind Id Perkuat Tata Kelola Timah
Selain mengikuti jejak emas sebagai logam mulia, perak juga memiliki permintaan industri yang kuat. Terutama dari sektor energi terbarukan dan elektronik. Hal Ini memberikan dukungan ganda untuk harganya.
Dalam analisisnya, Wahyu memperkirakan harga minyak WTI akan US$ 30 per barel - US$ 80 per barel. Batubara akan bergerak di rentang US$ 60 - US$ 140 per ton. Adapun komoditas logam, khususnya logam industri seperti aluminium akan bergerak di rentang US$ 2.000 - US$ 2.800 per ton.
“Untuk logam mulia seperti emas akan bergerak di kisaran US$ 2.500 - US$ 5.000 per ons troi dan perak di kisaran US$ 25 - US$ 40 per ons troi,” tutup Wahyu.
Selanjutnya: Sarung BHS dan Sarung ATLAS Kukuhkan Diri sebagai Pelopor Sarung Halal
Menarik Dibaca: KAI Buka Lowongan di Job Fair Nasional Naker Fest 2025, Ini Daftar Posisinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News