Reporter: Namira Daufina | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Setelah terpuruk ke level terendah sejak 2008 di US$ 2,579 per mmbtu, kini harga gas alam kembali rebound. Cuaca buruk dan naiknya harga minyak menjadi sentimen positif yang mengangkat harga gas alam.
Mengutip Bloomberg, Senin (9/2) pukul 17.25 WIB harga gas alam kontrak pengiriman Maret 2015 di New York Merchantile Exchange naik 3,7% ke level US$ 2,675 dibanding penutupan akhir pekan lalu. Namun dalam sepekan terakhir, harga gas alam masih merunduk 0,18%.
Analis dan Direktur Equilibrium Komoditi Berjangka Ibrahim memaparkan bahwa faktor cuaca yang saat ini masih sangat buruk di sebagian besar Amerika Serikat, Eropa dan beberapa wilayah Asia menjadi faktor yang mampu mengangkat harga gas alam. Ditambah lagi dengan naiknya harga minyak mentah dunia saat ini.
Meski permintaan gas alam meningkat, namun tidak bisa dilupakan bahwa cadangan gas alam AS juga masih tinggi atau tidak sebanyak yang diekspektasikan oleh pasar. Berdasarkan data cadangan gas alam AS pada Kamis (5/2) mencatatkan cadangan gas alam mingguan minus 115 miliar atau di bawah prediksi yakni minus 119 miliar.
Berdasarkan data Energy Information Administration AS, diprediksi bahwa 49% rumah tangga di AS menggunakan gas alam untuk pemanas ruangan. Yang berarti dengan dugaan bahwa cuaca masih akan buruk sampai 11-20 Februari 2015 mendatang mampu menciptakan permintaan yang tinggi terhadap gas alam.
Selain itu, “Keputusan China untuk menurunkan biaya RRR membuat kemungkinan impor gas alam kembali naik,” tambah Ibrahim. Apalagi setelah data neraca perdagangan China Januari 2015 yang positif yakni 60 miliar atau di atas prediksi pasar yakni 48,9 miliar. Membuat kemungkinan permintaan dari China akan turut meningkat.
“Sehingga hari ini gas alam masih bisa menguat meski tipis hingga Rabu,” jelas Ibrahim. Penguatan ini lebih karena faktor cuaca yang masih akan buruk dalam beberapa hari ke depan. Selain itu stimulus Eropa sebesar 1,1 triliun euro juga yang akan dimulai pada Maret 2015 mendatang akan memberikan pergerakan ekonomi yang baru bagi Eropa sehingga kontrak gas alam Maret dan April 2015 ikut tersokong dalam jangka pendek.
Namun begitu tren gas alam saat ini masih bearish. Cuaca perlahan akan melalui masa kritisnya. Sementara itu perekonomian Eropa dan China belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan dalam waktu dekat.
“Sebagai prasyarat untuk perubahan ekonomi yang baik, China harus melakukan quantitative easing,” kata Ibrahim. Untuk itu China juga perlu melakukan pemotongan cadangan rasio sekitar 50 basis poin.
Eropa sendiri masih bergelut dengan masalah Yunani. Tarik ulur antara Eropa dan Yunani akan menuju pada suatu kesepakatan baru yang mana nantinya apapun hasil kesepakatan baru tersebut akan menimbulkan gejolak di pasar.
Ditambah lagi dengan efek penggelontoran stimulus Eropa, mata uang euro pun akan turut melemah di pasar dalam jangka panjang. Sementara Eropa merupakan salah satu konsumen terbesar gas alam.
Tidak hanya Ibrahim yang menduga harga gas alam masih dalam tren bearish. “Pasokan lebih dari cukup untuk sisa musim dingin. Dari sisi fundamental belum ada alasan yang mampu membuat penguatan gas alam terus berlanjut dalam waktu dekat,” kata Dominick Chirichella, Rekan Senior Energy Management Institute New York, seperti dikutip di Bloomberg, Sabtu (7/2).
Ini mungkin benar adanya jika melihat pasokan defisit rata-rata gas alam menyempit menjadi 1,2% dibanding Maret 2014 lalu yang mencapai 55%. Dengan keadaan cuaca seperti saat ini pada bulan Maret mendatang diperkirakan pasokan gas alam akan surplus.
Secara teknikal Ibrahim melihat saat ini bollinger bands dan moving average (MA) bergerak 20% di atas bollinger tengah. Indikasinya masih bisa ada kenaikan. Stochastic 70% positif dan relative strength index (RSI) 60% positif, keduanya mengarah pada penguatan harga gas alam. Terakhir garis moving average convergence divergence (MACD) 60% negatif, bisa menjadi penahan laju gas alam atau menjadikan penguatan hanya terbatas.
Ibrahim menduga hari ini harga gas alam bergerak di support US$ 2.672 dan resistance US$ 2.700 per mmbtu. “Sepekan itu di kisaran US$ 2.600 – US$ 2.670 per mmbtu,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News