Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga gas alam tiba-tiba rebound lumayan tinggi setelah sehari sebelumnya menyentuh level terendah dalam 11 bulan terakhir. Ekpektasi turunnya cadangan gas alam di Amerika Serikat (AS) menjadi penyebab rebound komoditas ini.
Berdasarkan data Bloomberg, Rabu (21/1) pukul 16.26 WIB, harga gas alam sudah menguat 4,07% menjadi US$ 2,992 per mmbtu. Sehari sebelumnya, gas alam sempat jatuh 6,66% ke level US$ 2,831 per mmbtu.
Ibrahim, Analis dan Direktur Equilibrium Komoditi Berjangka mengatakan, rebound gas alam kemarin lantaran munculnya rumor sekaligus ekspektasi mengenai data cadangan gas alam AS per 16 Januari 2015.
Pusat Informasi Energi (EIA) AS berencana merilis data cadangan gas alam terbaru pada Kamis (22/1) hari ini. Banyak pengamat yang memprediksi cadangan gas alam AS per 16 Januari hanya akan sebanyak 202 miliar kaki kubik.
Jumlah ini, bila sesuai ekpektasi, turun 133 miliar kaki kubik dibandingkan periode minggu yang sama tahun lalu. "Ekspektasi atas data EIA ini menjadi satu-satunya faktor yang mendorong rebound gas alam," ungkap Ibrahim, Rabu (21/1).
Namun, investor sebaiknya tetap waspada lantaran secara umum tren harga gas alam masih bearish. Hal ini tercermin dari penurunan harga gas alam yang sudah sekitar 37% selama November 2014 hingga pekan ketiga Januari tahun ini.
Ibrahim bilang, gas alam tetap terpapar sentimen negatif dari perlambatan ekonomi global. Beberapa hari ini kembali muncul rumor Dana Moneter International (IMF) kemungkinan bakal merevisi target pertumbuhan ekonomi global 2015.
Jika jadi dilakukan, IMF bakal mengikuti jejak Bank Dunia yang sebelumnya sudah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2015 dari 3,4% menjadi 3%. Sentimen ini kian melengkapi tekanan negatif yang diterima gas alam.
Sebelumnya, harga gas alam, seperti halnya komoditas lain, tentu saja sudah tertekan oleh gonjang-ganjing di Eropa. Rencana Bank Sentral Eropa (ECB) menggelontorkan stimulus demi menekan deflasi telah menjadi salah satu penyebab yang mendorong penguatan dollar AS.
Terlebih, dollar AS sudah terangkat oleh rencana Bank Sentral AS, The Fed, menaikkan suku bunga acuan. Sebagai komoditas yang diperjual-belikan menggunakan dollar AS, penguatan mata uang ini yang terlampau kencang tentu menjadi sentimen negatif.
"Penguatan dollar menyebabkan pembeli dan trader menahan pembelian gas alam," ungkap Ibrahim. Di sisi lain, faktor musim dingin yang terjadi di AS pada awal tahun seperti sekarang juga relatif tak bisa mengangkat harga gas alam.
Pekan ini, Ibrahim memprediksi harga gas alam akan bergerak di kisaran support US$ 2,820 dan resistance US$ 3,010 per mmbtu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News