Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kinerja emiten minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) diprediksi bakal membaik pada tahun 2025. Hal ini disokong oleh proyeksi harga jual CPO yang masih akan tinggi sepanjang tahun ini.
Harga kontrak CPO di Bursa Malaysia Derivatif (MBD) terus mendaki. Melansir laman Bursa Malaysia, per 28 Januari 2024, harga kontrak CPO untuk bulan Februari ada di posisi MYR 4.533 per ton, naik MYR 24 per ton dari kontrak sebelumnya.
Senasib, harga kontrak CPO untuk bulan Maret 2025 naik MYR 44 per ton ke level MYR 4.394 per ton. Lalu, harga kontrak CPO untuk bulan April 2025 naik MYR 64 per ton ke MYR 4.282 per ton.
Bukan hanya harga komoditasnya, harga saham para emiten CPO tercatat ikut merangkak naik. Misalnya, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) yang harga sahamnya naik 16,57% dalam setahun terakhir dan naik 4,62% sejak awal tahun alias year to date (YTD).
Baca Juga: Menang di WTO, Indonesia Masih Punya PR Pastikan Kedaulatan Sawit di Pasar Global
PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) juga mencatatkan kenaikan harga saham 44,86% dalam setahun terakhir dan naik 1,31% YTD. PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) sahamnya naik 39,3% dalam setahun belakangan dan naik 7,69% YTD.
PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) sahamnya naik 6,53% dalam setahun terakhir, tetapi turun 0,93% YTD. Sementara, saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) justru parkir di zona merah. Saham AALI terkoreksi 16,25% dalam setahun belakangan dan turun 4,44% YTD.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menilai, kenaikan saham emiten sawit merupakan konsolidasi di pasar yang terjadi lantaran ada sentimen positif dari kenaikan harga CPO.
“Kenaikannya bisa makin tinggi jika kinerja emiten sawit per 2024 bisa tercatat baik,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (29/1).
Sentimen positif yang bisa memengaruhi kinerja emiten sawit berasal dari pemulihan ekonomi global, peningkatan permintaan dari China dan India, serta pengimplementasian B40.
“Namun, tantangan terbesar berasal dari faktor cuaca yang tak bisa diprediksi. Lalu, ada risiko juga jika pemulihan ekonomi China malah berjalan lebih lambat,” paparnya.
Nafan pun merekomendasikan accumulative buy untuk AALI dan LSIP dengan target harga masing-masing Rp 6.950 per saham dan Rp 1.100 per saham.
Baca Juga: B40 Berlaku, Gapki Proyeksi Ekspor CPO Turun 2 Juta Ton pada Tahun 2025
Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat, kinerja emiten sawit diprediksi akan lebih baik pada tahun 2025 dibandingkan 2024. Hal tersebut seiring dengan tren kenaikan harga CPO yang berpotensi meningkatkan pendapatan dan margin keuntungan perusahaan.
“Harga CPO yang lebih tinggi dapat memperkuat arus kas, memperbaiki struktur keuangan, serta membuka peluang ekspansi bagi emiten yang memiliki efisiensi produksi tinggi,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (29/1).
Lebih lanjut, dukungan dari kebijakan biodiesel B35 atau B40, serta permintaan kuat dari China dan India, menjadi faktor positif yang mendorong harga CPO tetap solid di tahun 2025.
Selain itu, pada kuartal pertama setiap tahunnya, secara historis merupakan periode produksi rendah, sehingga dapat menjaga harga CPO tetap tinggi.
“Rendahnya produksi CPO pada kuartal pertama tahun 2025 disebabkan oleh faktor musiman, tetapi berpeluang pulih pada kuartal berikutnya seiring peningkatan panen,” paparnya.
Proyeksinya, harga CPO diperkirakan berada di kisaran MYR 4.500 – MYR 5.000 per ton. Harga itu akan berdampak langsung pada peningkatan rata-rata harga jual alias average selling price (ASP) emiten sawit.
Dengan demikian, pendapatan dan margin keuntungan diproyeksikan meningkat, terutama bagi emiten dengan struktur biaya produksi yang efisien dan eksposur pasar yang luas.
“Namun, investor tetap perlu mencermati sejumlah risiko, seperti fluktuasi harga akibat ketidakpastian geopolitik, kebijakan ekspor, kenaikan biaya produksi, serta tekanan dari kampanye lingkungan yang menuntut praktik produksi berkelanjutan,” ungkapnya.
Baca Juga: Dua Anak Usaha Triputra Agro (TAPG) Transaksi Afiliasi Rp 150 Miliar
Di sisi lain, meskipun sebagian besar valuasi saham emiten sawit sudah mencerminkan tren kenaikan harga CPO, masih ada ruang apresiasi jika harga komoditas ini terus bertahan di level tinggi.
Hendra merekomendasikan beli untuk LSIP dan SSMS dengan target harga masing-masing Rp 1.160 per saham dan Rp 1.600 per saham.
Untuk LSIP, alasannya adalah fundamental perusahaan yang kuat dan ada potensi keuntungan dari kenaikan harga CPO. Sementara, untuk SSMS alasannya adalah eksposur perseroan terhadap pasar global yang cukup besar.
Rekomendasi speculative buy juga disematkan Hendra untuk TAPG dengan target harga Rp 820 per saham.
“Namun, saham TAPG memiliki potensi upside tinggi jika harga CPO terus menguat,” tuturnya.
Baca Juga: Harga CPO Masih Tinggi, Begini Prospek Kinerja Emiten Sawit di Tahun 2025
Selanjutnya: Indonesia Ada di Peringkat ke-118 PDB Per Kapita Dunia, Kalah Jauh dari Malaysia
Menarik Dibaca: Kejatuhan Pasar Terjadi Februari 2025, Robert Kiyosaki Sebut Aset Ini bakal Meledak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News